Shesyan memasuki kelasnya dan matanya langsung melihat kalau Rhena sudah duduk manis di bangkunya. Sepertinya Rhena sengaja datang pagi untuk menunggunya datang karena ia merasakan pandangan mata Rhena yang mengekor dirinya sejak masuk kelas sampai ia sampai di mejanya. Ia duduk tanpa menoleh sekalipun pada Rhena.
“Yan.” Panggilan Rhena juga tidak diindahkan oleh Shesyan. Rhena memegang lengan Shesyan. “Yan, lu masih marah?” tanyanya dengan wajah sendu. “Gue minta maaf kalau gue seakan-akan ngerahasiain kalau gue tau lu nyari Ree atau kenyataan kalau gue itu bukan Ree yang lu cari. Gue—“
“Lu bukan seakan-akan ngerahasiain, Ree. Lu emang ngerahasiain hal itu dari gue.” Potong Shesyan dengan wajah datar. “Dan gue udah tau lu tau itu dari Nathan. Terus lu cerita ke Axel makanya Axel juga tau.” lanjutnya.
Mata Rhena membulat mendengar kata-kata Shesyan. Pasti Nathan sudah menceritakan semuanya ke Shesyan. “Gue emang cerita ke Axel tapi itu karena dia yang nanya duluan.” Sanggah Rhena. “Dia—dia tau kalau—”
Sebelum Rhena menyelesaikan kata-katanya, mereka melihat Axel memasuki kelas. Shesyan mengatupkan rahangnya. “Mungkin lebih baik gue tanya langsung ke orangnya.” Ujarnya pelan. Ia berdiri dan langsung menghampiri Axel. Seakan sudah tahu, Axel berhenti berjalan dan menunggu hingga Shesyan sampai di hadapannya. “Gue perlu ngomong sama lu.” Ujar Shesyan. Ia tidak menunggu jawaban Axel dan langsung keluar kelas.
Axel melirik Rhena sekilas lalu menyusul Shesyan tanpa menaruh tasnya terlebih dahulu. Mereka turun ke lantai 2 dan berjalan ke arah perpustakaan. Shesyan berhenti di ujung perpustakaan. Lorong area situ memang sepi. Axel ikut berhenti. “Apa yang lu tau dan ngga kasih tau ke gue?” tembak Shesyan langsung.
“Waktu pembagian rapor, gue ngga sengaja salah ambil rapornya Rhea.” Cerita Axel. “Iseng gue buka biodata dia. Di situ gue liat tanggal lahirnya Rhea. Gue kaget karena tanggal lahirnya Rhea sama persis kayak Rhena. Akhirnya liburan kemaren gue minta ketemu sama Rhena untuk nanyain tentang itu.”
***
“Lu dan Rhea bukan adik kakak, kan?” tanya Axel.
Rhena tertawa. “Bukan adik kakak gimana maksud lu? Kita beneran adik kakak kok..” jawab Rhena, berusaha tidak terlihat tegang.
“Lu tau maksud gue, Ree.” Ucapan Axel membuat tawa Rhena menghilang. “Lu dan Rhea saudara kembar kan? Bukan adik kakak beda setahun?”
Rhena menggigit bibir bawahnya. “Lu tau dari mana?”
“Tanggal lahir Rhea.” Jawab Axel. Melihat Rhena terdiam, Axel melanjutkan. “Gue liat di rapornya. Tanggal lahir kalian sama. Persis.”
Rhena menundukkan kepalanya lalu menghela napas. “Iya, gue sama Rhea kembar identik.” Tuturnya perlahan. “Rhea sempet kecelakaan waktu kecil. Kakinya patah dan perlu perawatan intensif makanya dia tinggal kelas setahun. Karena itu juga kita sekeluarga pindah ke Jakarta, biar Rhea dapet perawatan yang lebih bagus di sini.”
Axel termenung. Kalau seperti itu, sekarang ada 2 Ree. “Apa lu pernah, mm,” Axel ragu-ragu sejenak. “ketemu si Yan dulu?” Daripada penasaran, akhirnya diungkapkan juga pertanyaannya itu. “Atau mungkin Rhea yang ketemu si Yan waktu kecil, gitu?”
“Iya, kita pernah ketemu Yan dulu.” Jawab Rhena jujur. Ia rasa sudah tidak ada lagi yang perlu disembunyikan. “Tapi sampai kemarin itu gue ngga sadar kalau Shesyan itu adalah Shesyan yang dulu.”
“Kemarin?” tanya Axel.
“Gue baru tau kalau Shesyan itu temen masa kecil gue sama Rhea dari Nathan. Awal ketemu gue juga ngga inget dia. Gue baru inget pas dia ngenalin diri. Kita ngobrol dan dari situ gue baru tau tentang Shesyan.” Jelas Rhena. “Juga tentang Shesyan yang masih nyari Ree.” Lanjut Rhena sembari menatap mata Axel.
Axel balas membalas tatapan mata Rhena. Jadi Rhena sudah tahu mengenai itu? “Dan Ree yang dicari si Yan itu.. lu?” Dilihatnya Rhena menggeleng. “Bukan!?” serunya kaget. “Kalau bukan lu berarti Rhea?”
“Mmhm.” Gumam Rhena.
“Tapi—“ Kata-kata Axel menghilang dari ujung lidahnya. Dia sampai bingung apa yang harus ditanyakan. “Tapi lu juga kan temen kecilnya si Yan. Terus kenapa Ree itu Rhea? Kenapa bukan lu? Bisa aja Ree yang dimaksud si Yan—“
“Yang main bareng Shesyan juga Nathan bukan gue, Xel. Tapi Rhea.” Potong Rhena.
“Tapi lu juga kenal Shesyan, kan?” cetus Axel.
“Gue tau Shesyan dan Nathan dari cerita Rhea.” Jawaban Rhena kali ini membuat Axel terdiam. Jadi sudah bisa dipastikan kalau Ree itu bukan Rhena. Melainkan Rhea. Axel menghela napas. Apa jadinya kalau Shesyan tahu mengenai hal ini?
“Xel, gue minta tolong lu jangan omongin hal ini dulu ke Shesyan yah..” mohon Rhena seperti bisa membaca pikiran Axel. “Gue—gue yang akan omongin hal ini ke dia.”
Axel menatap wajah Rhena yang, ah, dia tidak mengerti ekspresi apa yang bisa menggambarkan ekspresi yang sedang ia lihat sekarang. Axel menghela napas. Mungkin Rhena juga butuh waktu. “Oke.” Jawab Axel singkat. Ia tersenyum kecil. “Sorry yah, Ree, gue ngajak lu ketemu pas libur gini dan sengaja ceritain tentang masa lalu gue biar lu juga bisa cerita ke gue.” Ujarnya.
“Pantes!” seru Rhena. Ia sudah curiga kenapa tahu-tahu Axel menceritakan dirinya dan Gea. Dilihatnya Axel nyengir. Rhena ikut tersenyum tapi hanya sebentar karena kemudian ia menundukkan kepalanya. “Sekarang gue harus gimana, Xel? Sebelum gue bisa kasih tau Shesyan tentang ini, gue harus gimana?” tanya Rhena. “Dan nanti kalau Shesyan udah tau juga, apa jadinya dengan…” Rhena tidak melanjutkan kata-katanya.
“Lu suka sama si Yan?” Pertanyaan Axel membuat Rhena mengangkat kepalanya. Ia bertatapan dengan Axel. Raut wajah Axel terlihat serius. Perlahan ia mengangguk. Axel tersenyum. “Kalau gitu, sekarang keputusannya ada di Shesyan. Lu ngga usah terlalu mikirin, Ree. Gue yakin apapun keputusannya, itu pasti keputusan yang terbaik buat dia dan lu.”
Rhena tertegun lalu tersenyum. Semoga apa yang diucapkan oleh Axel itu benar. Semoga apapun keputusan Shesyan, itu adalah keputusan yang terbaik untuk Shesyan dan dirinya.
***
Axel dan Shesyan lama terdiam setelah Axel menyelesaikan ceritanya. “So,” Axel yang pertama kali buka suara. “seperti yang udah gue ceritain, Rhena suka sama lu, Yan. Dan dia bukan Ree. Terus apa yang akan lu lakuin? Broke up with her?”
“Gue,” Shesyan menyandarkan badannya ke dinding. “harus ketemu Rhea.”
“Ketemu? Maksud lu ketemu dan ngobrol masalah ini?” tanya Axel.