Past Infinity

Enya Rahman
Chapter #1

Prolog

Dalam bayanganku kamarnya dipenuhi coretan rumus-rumus yang tak aku mengerti di dinding dan jendelanya, seperti John Nash dalam film A Beautiful Mind. Karena aku selalu memandangnya sebagai John Nash, si jenius yang tenggelam dalam dunianya. Hanya terdapat lampu meja yang menyala di siang dan malam, karena dia tidak suka terlalu terang. Dia nyaman dalam gelap. Jendela yang tidak pernah dibuka hingga engselnya berkarat membuat kamarnya terasa pengap. Dan cat kamarnya berwarna madu. 

Sekarang, aku duduk di pinggiran tempat tidurnya. Menyadari seberapa salahnya bayanganku akan kamarnya.

Warna cat kamarnya putih dengan jejak hujan di sekelilingnya. Alih-alih coretan rumus kamarnya dipenuhi tempelan kertas-kertas folio yang diselotip seadanya. Kertas berisi penjabaran rumus itu sebagian jatuh ke bawah karena jendela kamarnya terbuka. Jendelanya terbuka. 

Dengan terus menahan tangisku aku membersihkan kamarnya. Aku mengutuknya yang tega membuat kamarnya benar-benar berantakan seperti ini. Baju di sudut sana, beberapa kertas kotor di sini, bahkan ada banyak bungkus rokok. Aku tidak suka kalau dia merokok tapi lebih tidak suka caranya membiarkan punting rokok bertebaran di kamarnya.

“Ara.” Dari luar kudengar suara Rynda memanggil.

“Di dalam sini, Ryn.” Kataku.

Lihat selengkapnya