Past Infinity

Enya Rahman
Chapter #2

1

Gedoran pintuku masih belum mau berhenti sejak lima belas menit yang lalu. Dia belum menyerah, sialan. Aku menutup mataku, mencoba menghilangkan bunyi gedoran pintu itu dengan mendengarkan suara jam dinding pokemon yang dibelikan Indah. 

Indah, akan kuceritakan tentangnya sesingkat mungkin. Setiap pagi dia membersihkan apartemenku, usia pertengahan dua puluh, baru saja menikah minggu lalu dan mengundurkan diri jadi tukang bersih-bersih, ingin mengabdi jadi istri budiman katanya. Ha, istri budiman.

Gedoran itu belum berhenti. Padahal semua penghuni apartemen lantai tujuh sudah tahu aku tidak suka menerima tamu, bahkan dia sudah kuperingatkan ini sudah terlalu malam. Demi Einstein, tidak sopan bertamu jam setengah satu malam!

Kutekan mataku dengan kedua tangan, menyalakan lampu lalu mulai mengerjakan DFT (Density functional theory) untuk proposal skripsiku. Pembuktian ini harus selesai paling tidak sebulan lagi karena aku harus mengikuti IPhO (International Physics Olympiad) bulan berikutnya, pilihan untuk memundurkan jadwal proposal skripsiku—hell, no!—atau memajukannya sebulan lebih awal merupakan pilihan yang sangat mudah.

Aku baru saja menekankan bulpoinku ke kertas folio ketika gedoran itu makin keras, “brengsek!” aku menjatuhkan semua buku catatanku dari meja. Pontang-panting aku berjalan ke pintu, membanting pintu dengan keras dan bersiap untuk menendang perempuan gila ini.

“Selamat malam.” Katanya seraya tersenyum. Dia membawa kotak polkadot hijau berisi blackforest dengan lilin satu dan delapan di atasnya, sementara tangan kiri memegang kunci. “Saya Ara, Om Muh—boleh saya memanggil Prof Muh dengan om Muh?—mengantarkan kue ini untuk ulang tahun anda ke delapan belas, dan kado anda sudah ada di garasi apartemen, mobil baru. Besok jadwal anda untuk pergi ke psikiater dan saya sendiri pengganti Indah.” Dia menyorongkan kunci mobil padaku.

Satu barang lagi untuk dihancurkan. Aku ambil kunci mobilnya, melemparkannya ke lantai. Kutempelkan tanganku ke pintu, “kecuali anda adalah kado utama saya, bilang padanya ini kado mengecewakan.” 

“Sepertinya mas Dewa salah paham, saya pengganti Indah di sini.” Dia menampakkan senyumnya, tidak tampak gusar sama sekali. 

Lihat selengkapnya