Indah selalu memasak dari rumah dan dengan rantang bunga favoritnya menyiapkan sarapan untukku. Atau dia hanya akan menyiapkan roti dan selai. Tidak pernah tercium bau masakan di apartemenku. Hari ini, aku mencium bau itu.
Bau ini memenuhi kamarku membuatku bangun untuk memastikan apakah bau wangi ini benar-benar dari apartemenku. Bahkan di Bandung dulu bau masakan tidak pernah sampai ke kamarku.
“Selamat pagi sepupuku yang paling ganteng,” Rynda merentangkan tangannya, duduk dengan garpu di tangan kanannya. “Sini, duduk. Hari ini kita sarapan bareng.”
“Aku bikin menemen, telur orak-arik Turki, dan teh Turki. Aku ya kalau sarapan nggak pake menemen rasanya aneh.” Jelas Ara, meletakkan dua piring di atas meja.
Aku menggeleng, “ada urusan.”
“Dewa,” Rynda menatapku tajam, “aku mengurus kekacauan yang kamu buat, kemarin. Aku meredakan amarah om Muh, kemarin. Aku …,” Rynda menghela nafas, “aku cuma kangen sarapan bareng sepupu paling ganteng sedunia.” Rynda mengatupkan tangannya di depan dada, “please, buat aku bahagia hari ini.”
Kuputar bola mataku. Meruntuki diri yang berhutang terlalu banyak pada Rynda, kuletakkan tasku di sofa untuk kemudian duduk berhadapan dengan Rynda dan Ara.
Aku menusuk-nusuk telur orak-arik yang dia sebut menemen dengan garpu. Campuran telur, tomat dan bawang Bombay bukan hal bagus untuk dimakan pagi hari.
“Kamu tau Ara pernah tinggal di Turki dua tahun, makanya dia jago masak makanan Turki.” Dengan bersemangat Rynda bercerita, memainkan garpunya di udara, “kamu harus coba kebab buatan Ara, enak banget.” Bergantian Rynda melihat Ara dan aku, “aku jadi pengin ke Turki, katanya di sana banyak stok cowok ganteng. Lihat bukti nyata di sebelahku aku tambah percaya.” Rynda tersenyum jahil padaku.
Ara menyenggol lengan Rynda tak nyaman, seolah takut Rynda membongkar penyamarannya. Lucu.
Rynda mengedip pada Ara, “dan kamu harus coba kue paling enak, kue apa namanya?”
“Kue hazelnut atau—”
“Fındık böreği.” Potongku.