Past Infinity

Enya Rahman
Chapter #16

15

“Kamu minum Xanax lagi?” Ara melemparkan botol besar Xanax di dadaku, memelototkan matanya padaku seolah aku ketahuan mencuri pakaian dalam wanita. Aku baru saja keluar kamar setelah berjam-jam menyelesaikan rumus DFT, punggungku lelah dan aku ingin keluar untuk menghirup udara segar namun justru dia yang kudapat.

“Iya.” Kuletakkan botol Xanax di meja dapur, menggaruk rambutku sekenanya. Xanax sudah seperti aspirin peredarannya, jadi percuma jika Ara membuang Xanaxku lagi, aku bisa membelinya di apotek yang ada di sebelah apartemenku. Di sofa kulihat Bian duduk sambil menggoyangkan kedua kakinya seperti seorang penjahit—tunggu! Bian? Di apartemenku?

“Ngapain kamu ke sini?” kutunjuk Bian dengan tangan kananku.

Bian mengacungkan buku tulis, “nganterin ini, punyamu ketinggalan. Lagian aku pengin tau rumah temenku apa nggak boleh?” 

“Kamu biarin dia di depan pintu selama satu jam Dewa, apa telingamu bermasalah?” kata Ara, “Bian sarapan bareng kita dulu aja ya? Kebetulan hari ini aku masak kebab.”

“Oke.” Bian berdiri, mendorongku pelan untuk berbisik, “cewekmu cakep brotha. Cocok!” dia mengerlingkan matanya berjalan melewatiku, “wah aku lama nggak makan kebab.”

Mereka seperti air panas dan gula, bercampur sempurna tanpa usaha berarti. Tiba-tiba aku semakin kesal dengan Bian.

“Kamu bisa pulang sekarang karena bukunya udah aku terima.” Kudorong Bian menuju pintu tanpa dia bisa berontak.

“Nggak kayak gitu caranya memperlakukan tamu, Dewa.” Ara menarik kembali Bian, mendudukkannya di meja makan, “biar Bian makan dulu, dia nunggu di depan satu jam. Bisa kamu bayangin itu?”

Aku mengutuk orang yang berani menciptakan fındık böreği hingga membuatku hanya bisa mematung, membiarkan air panas dan gula itu semakin menyatu di meja makanku. Bersenda gurau seolah ada banyak cerita dan sedikit waktu. Kuhempaskan tubuhku ke sofa, menyulut rokokku. Xanax masih ada di meja makan, tak bisa kuambil. Kuhisap rokokku makin dalam.

Lihat selengkapnya