“Ya Tuhan! Ya Tuhan. Kamu gila!” Ara meremas kepalanya ketika melihat paku sudah menancap di seluruh dindingku, tanpa ada satu celahpun, “kamu gila!” Ara menunjuk keras padaku.
Aku menghisap rokokku dalam-dalam, “terapimu nggak membantu. Aku masih … gini-gini aja.” Kurentangkan tanganku, menghembuskan asap rokokku membentuk lingkaran.
“Gimana … gimana caraku bersihin semua ini.” Ara mengacak-acak rambutnya sendiri. “Apa yang musti aku bilang sama Rynda, sama om Muh.”
“Selamat bersenang-senang.”
“Kamu gila!” Ara melempar tas pinknya padaku. Ini pertama kalinya kulihat Ara begitu panik. Dia sangat … lucu, dalam arti sebenarnya.
“Terima kasih.” Kukempit buku catatanku di ketiak, bersiap menghadapi Pak Prapto dengan soal-soal kunonya.
“Mau kemana kamu?” sergah Ara.