Past Infinity

Enya Rahman
Chapter #23

22

Aku ingin serbuan gambar-gambar itu berhenti. Tapi percuma, mereka—yang selama ini kulupakan—menyerbu tanpa ampun. Memaksaku untuk melihat mereka. 

Aku tidak pernah bertanya berapa tahun aku tinggal di Turki, kenapa ibu, kakak dan Vivian meninggal. Bahkan tidak sempat terbesit pertanyaan kenapa aku memanggilnya Baba bukan Daddy atau Ayah atau Bapak. Pertanyaan hanya untuk kepala keluarga di dalam rumah, bukan untuk anak kecil yang suka menangis. 

Menangis. Sekarang, setelah bertanya tanpa mendapat jawaban bertahun-tahun, aku tahu kenapa aku tak bisa berhenti menangis. 

Ruang itu tidak sepenuhnya abu-abu, tapi temaram. Listrik belum dinyalakan karena para perampok datang ketika adzan maghrib baru berkumandang. Aku datang ketika mereka sudah berhasil membawa barang berharga milik turis-turis yang menginap di sana—Anne adalah pemilik satu-satunya rumah singgah yang ada di Hasankeyf, Turki—lalu Anne dan Abi berusaha mempertahankan rumahnya; rumahku.

Abi menarikku dan Vivian ke bawah meja ketika melihatku datang. Dari balik meja itulah aku melihat semuanya. Hujan turun di luar, segalanya terlihat jelas hanya ketika petir menyambar-nyambar. Mereka menarik anne di depan mataku, tangan dan kaki anne dipegang oleh dua orang. Seperti kilat mereka melucuti baju anne sangat cepat, tak lupa membebatkan bra Anne di mulut Anne.

Lihat selengkapnya