Past Infinity

Enya Rahman
Chapter #24

23

Kukira hanya ada satu cerita untukku: ayah yang brengsek. Ternyata Seseorang menuliskan lebih dari satu cerita, cerita bersambung yang tidak seru. 

Setelah masuk ke dalam elevator apartemen aku menyulut rokokku, kuhirup dalam rokok itu. Memenuhi paru-paruku, membuatnya sesak lalu kukeluarkan semuanya dengan cepat. 

Aku sudah habis tiga batang rokok ketika elevator terbuka. 708, apa ini nomor keberuntunganku ketika di Turki? Sebelum satu hari menggembirakan di sepanjang hidupku itu? Mengingat Turki membuat perutku mual, kuhirup rokokku dalam-dalam sebelum membuka pintu.

Aku mendapati Ara sedang menangis di atas sofa, tisu berserakan di sekitarnya. Dan tivi menyala. Dan coba tebak apa yang dia lihat? Tepat sekali. 

Tanpa menghiraukan Ara yang terus menangis aku berjalan menuju kamar.

“Kemana aja kamu?” Tanya Ara di sela isakannya tanpa mengalihkan wajahnya dari tivi.

Aku membuka pintu kamar.

“Drama ini drama favoritku … So Ji Sub oppa mati, bisa kamu bayangkan itu? Dia mati soalnya ada peluru di kepalanya karena nyelametin mantan sialannya!!” Ara mulai berteriak.

Orang yang beruntung, aku berharap ada yang menembakku di kepala saat ini. Sebagian diriku bersyukur Ara fokus pada tivi, aku tidak perlu mendengarkan ocehannya yang membuatku ingin meremuknya menjadi pasir. Aku menutup pintu. 

Aku melorot dari pintu segera setelah pintu tertutup. Aku kehabisan nafas, seseorang mengambil oksigen di seluruh dunia, tidak mengijinkanku menghirupnya. Aku memeluk lututku, terbaring di lantai kamar.

Dingin lantai kamar berwarna biru ini menyusup hingga ke tulang, meski kurapatkan tubuhku, dinginnya tidak ingin hilang. Seluruh tubuhku gemetar hebat. Seluruh tubuhku berdenyut.

“Jangan ke ibumu oppa! Ibumu brengsek!” kudengar suara lolongan dari luar. “Dengerin aku … dengerin aku … jangan ke sana oppa!” suara itu makin melengking.

Telingaku makin sakit karena suaranya makin lama makin keras. Aku melihat sekeliling, dengan sekuat tenaga aku mencoba mengambil buku tipler yang ada di atas kepalaku. Aku membuka pintu lalu kulempar buku tebal itu keluar, entah mengenainya atau tidak. Dia menganggu. Selalu menganggu. Kudengar suara bug pelan, sepertinya mengenai sofa. 

Lihat selengkapnya