Ada dua kata yang paling populer di dunia ini, maaf dan terima kasih. Belakangan aku sering mendengar kata pertama di telingaku.
“Maaf, nggak sengaja.” Ucap seseorang ketika dia menabrakku dan menjatuhkan belanjaannya. Wanita itu masih sibuk memunguti barangnya sementara aku meninggalkannya menuju elevator.
Kubalikkan badanku dan mendapati wanita tadi adalah Sean, dia menatapku tak bersahabat. Kepintaran Rangga mengumpat telah membuat Sean mengunci jendelanya, terbukti Rangga tak pernah lagi mampir ke jendelaku. Meskipun ketika kami bertemu Sean selalu menampakkan wajah permusuhannya, seolah jika aku mengusiknya sedikit saja aku akan dilaporkan polisi. Keputusan baik aku mengajari Rangga mengumpat. Aku juga tidak pernah lagi melihat suaminya. Mungkin mereka sudah bercerai, aku bahkan tidak yakin mereka menikah secara resmi.
Belakangan tidak ada hal produktif yang kulakukan kecuali mengerjakan skripsi—yang karena aku mengambil teori maka instrumen yang kubutuhkan hanya otak—di apartemen dan perpustakaan. Segalanya kembali dalam porsi semula; seperti seharusnya. Hanya saja, Rynda tak pernah lagi ke apartemen.
Mungkin Rynda sudah memutuskan semua cowok eksmud-nya hingga tak perlu tempat singgah lagi. Mungkin Rynda sedang kebanjiran klien karena sepupunya menghiasi layar televisi dua bulan terakhir. Or maybe I really am a hyprocrite.
“Ngapain kamu ke sini?” spontan aku mengeluarkan kalimat itu ketika melihat Ara duduk di sofa merah. Ara. Bagaimana aku harus memanggilnya sekarang?
Dia berdiri, menatap menembusku, “Untuk pertemuan terakhir kita, aku minta maaf dengan sikapku. Bukan hakku untuk marah denganmu.” Kata maaf lagi.
“Rynda masih sangat marah padamu jadi aku yang disuruh kemari. Untuk kesekian kalinya, om Muh ingin bertemu.”
For God fucking sake, kenapa pemuja biologi itu masih ingin bertemu denganku setelah media menyudutkannya sebagai ayah tak bertanggung jawab?
“Untuk kesekian kalinya, keluar dari apartemenku.” Aku menunjuk ke arah pintu.
“Kenapa kamu nggak pernah mau menghadapi masalah? Keluar dari hidupku, keluar dari apartemenku, keluar, keluar dan hanya keluar aja yang kamu katakan tapi kamu nggak pernah mau keluar dari masalah, itu menyedihkan Dewa.”