If you need anything, call me. Itu janji yang kukatakan pada Vivian sehari sebelum dia kembali ke Indonesia karena orang tuanya bercerai. Papa Vivian sudah tidak tahan dengan Mamanya yang lebih mementingkan anak-anak di daerah konflik daripada putrinya sendiri.
If you need anything, call me. Aku tidak pernah menepati janjiku. Karena aku melupakannya, juga Anne, Abi dan Hasankeyf. Sekarang justru Ara yang terus mengatakan itu padaku, rasanya seperti ditodong untuk membayar kredit sepeda motor sementara aku tak punya uang. Dan kenangan di tepi sungai Tigris pada malam hari itu membuatku mendapat serangan fajar secara tiba-tiba dan membabi buta kemarin. Tentang Hasankeyf dan bagaimana kehidupan pertamaku kuhabiskan dengan sia-sia namun menyenangkan di sana.
Hasankeyf dalam ingatanku adalah kota yang dikelilingi tebing batu. Tebing itu membentengi kota yang sudah ada sejak ribuan tahun yang lalu; Mesopotamia yang agung. Dengan sungai Tigris yang memecah tengah kota. Lubang di sekitaran tebing adalah rumah yang telah ada sejak ribuan tahun, rumah yang diwariskan hingga sekarang dan ditempati dengan sedikit renovasi.
Hasankeyf, kota kecil dengan padang rumput luas di pinggir sungai Tigris dan dandelion di musim panas. Jalanan batu yang entah kenapa masih bertahan hingga sekarang, begitu pula dengan istana Mesopotamia yang hanya kehilangan setengah bagiannya. Dengan penduduk yang sebagian besar hidup di bawah kemiskinan dan hanya terdapat satu tempat peristirahatan, satu kafe dan satu pasar swalayan.
Di malam hari Hasankeyf akan tampak seperti kunang-kunang dari kejauhan. Kunang-kunang yang menerangi sungai Tigris. Ya, rasanya aku ingin mengingat Hasankeyf seperti itu. Sebagai kunang-kunang mungil.