Past Infinity

Enya Rahman
Chapter #38

37

Senin adin?” 

Nama kamu siapa? Itu adalah kalimat pertama yang Dewa ucapkan padaku ketika aku sedang berlutut menunggu Mama pulang di depan Has Bahçe, satu-satunya rumah singgah yang ada di Hasankeyf

Aku tidak tahu artinya waktu itu jadi aku tak menghiraukannya. Aku benar-benar kesal pada Mama yang memutuskan pindah ke negara dingin dan sepi ini. Di depanku hanya terdapat tebing batu, gunung batu, bahkan rumah dari batu. Juga beberapa gua yang ketika kulihat lebih dekat sudah menjadi rumah dengan dinding sederhana. Kenapa Mama mengirimku dan Papa ke sini? negara terpencil dengan sebagian orang sudah tua. 

Nerelisin?” Dewa terus menanyaiku dalam bahasa yang aku tak mengerti. 

Dewa berdiri dua meter di depanku, menempelkan tangannya pada lutut dan setengah mati mencoba melihat wajahku. Aku makin menyembunyikan wajahku darinya. Tapi Dewa makin mendekat. 

Nerelisin?

Ketika aku mengangkat wajahku Dewa sudah duduk di depanku, menyodorkan bungkusan berisi kacang rebus dengan ukuran sangat besar lalu kembali berkata, “nerelisin?

Lihat selengkapnya