Past Infinity

Enya Rahman
Chapter #47

46

Seperti ketika berangkat tadi aku menghadang Dewa sesaat sebelum dia masuk ke dalam kamar, mengelus pundak lalu lengannya. Berkata maaf dalam hati tanpa sanggup kuucapkan.

“Pembicaraan kita belum selesai.” Aku merengkuh Dewa ke pelukanku. Aku menutup mataku, merasakan aroma purba dari dirinya. Saat ini aku merasa bodoh karena akulah yang butuh pelukan Dewa, sejujurnya.

“Ada dua cara untuk melampiaskan amarah: menghancurkan semua atau melupakan semua dan memaafkan.” Kulingkarkan tanganku ke tubuh Dewa, “kamu udah coba yang pertama. Sekarang kenapa nggak coba yang kedua?”

Dewa mendorongku, membuatku tersungkur di depan pintu kamarnya. Dengan kakinya dia menghempaskanku menjauhi pintu, “nggak ada lagi yang harus dimaafkan.”

“Maafkan dirimu.” Kataku sambil meringis kesakitan.

“Kamu pikir kamu pinter banget ya?” Dewa berjongkok menatapku, membuatku tak nyaman. Dia semakin mendekat hingga aku harus mundur beberapa langkah. “kalau besok aku lihat kamu lagi di sini, lihat apa yang terjadi.” 

“Entah apa yang terjadi tapi besok aku tetap kemari.”

Dewa berdiri, “yang membayarmu ke Uganda udah mati!” 

“Karena aku mencintaimu makanya aku besok kemari.”

Lihat selengkapnya