Selama dua tahun ini Dea menjalani perawatan psikis,yang membuatnya harus mengunjungi psikiaternya dengan teratur.
Beberapa kali Dea mencoba bunuh diri karena tidak bisa mengontrol emosinya, sering sekali tidak sadarkan diri, berhalusinasi sedang bersama dengan Airon, berteriak-teriak memanggil Airon dan ketika dia marah dadanya akan sesak beresiko mengalami serangan jantung.
Tapi itu terjadi ketika dia melakukan terapi pada tahun pertama, orang tua dan mertuanya secara bergantian menemani Dea konsultasi ke psikiater, memberi semangat untuk kesembuhannya.
Seiring berjalannya waktu keadaannya kian membaik, semakin hari Dea sadar bahwa semua orang sedang mengkhawatirkannya. Tahun kedua Dea masih berkonsultasi dengan psikiaternya, tetapi sekarang dia sudah tidak mengonsumsi banyak obat-obatan seperti tahun pertama.
Kondisi psikisnya kian stabil, tetapi berakibat perubahan sifatnya yang semakin jadi pendiam, itu lebih baik ketimbang dia ngamuk tanpa sebab dengan berteriak-teriak memanggil Airon.
Dan ini tahun ketiga setelah dia kehilangan tunangannya itu, hati Dea ikhlas menerima bahwa tunangannya sudah tidak ada. Meskipun belum bisa membuka hatinya untuk orang baru, dia berusaha untuk menerima kehadiran laki-laki lain.
Banyak yang mendekatinya, tapi dia enggan merespon. Terkadang merespon mereka sekali atau dua kali saja, ketika merasa tidak ada kecocokan dia memilih untuk berhenti dan menggantinya dengan laki-laki lain.
Tidak bisa dihitung seberapa banyak cowok yang sering ia tolak, orang tua dan mertuanya semakin khawatir, sering sekali mereka secara bergantian mengenalkannya dengan laki-laki, tapi tidak ada yang cocok juga.
“Hahh.. tidak cocok lagi kak?” helaan nafas ayah mertua yang sedang duduk disofa ruang tamu bersama orang tua dan istrinya. Dea hanya menggelengkan kepalanya.
“Sudah habis kenalan cowok dari kami Nak,” ucap ayah mertua kepada Dea.
“Kamu nyari yang seperti apa Kak?” tanya mama mertuanya. Dea berpikir, dan yang terlintas hanya
“Kak Airon,” ucapnya. Dapat terlihat dengan jelas kalau mama mertuanya sedih mendengar jawaban Dea membuatnya tidak nyaman.
“Tidak ada yang persis seperti Airon Nak, tapi ada yang mirip. Kami coba carikan ya,” ucap mama mertua kepadanya. Dea menganggukkan kepalanya.
“Minggu depan ada yang mau kesini Mas,” ucap ayah kepada Ayah Mertua Dea.
“Semoga kali ini cocok ya Nak,” ucap ayah mertua kepada Dea. Dea menggukkan kepalanya
“Yasudah kami pamit pulang dulu ya, udah mau magrib,” pamit ayah mertua.
“Sekarang?” tanya ayah.
“Iya, habis isya mau balik ke Surabaya,” jawab ayah mertua.
Mereka pun berpamitan, Dea dan orangtunya mengantarkan mertuanya sampai didepan rumah, hingga mobil yang ditumpangi mertuanya tidak terlihat dibalik pagar. Dea langsung kembali ke kamarnya.
***
Satu minggu kemudian, tiba-tiba mamanya menghampiri Dea yang sedang menonton film di kamar.
“Kak yuk keluar, ada tamu,” ujar mama kepadanya.