Aku bisa menyingkat ceritanya, tetapi tak berniat melakukannya.
Ini kali pertama, akhirnya aku berair mata ... karenamu.
Bukan ketika tarikan napas terakhirmu mengembus persis di depan tatapanku.
Tidak juga karena aku tak sanggup melanjutkan kisah ini tanpamu.
Akan tetapi, serpihan-serpihan kenangan kecil berhamburan begitu tak kutemukan udara mengembus dari pernapasanmu, ketika nadi kian melemah pada pergelangan tanganmu.
Lalu, ada bayangan sephia yang menjadi film di kepalaku. Tentang engkau yang masih remaja berjalan tegap melintasi tegalan kebun keluarga kita yang telah tua. Ketika itu engkau tentu sosok yang berbeda. Engkau tinggi bercita-cita, tetapi tentang masa depan engkau tak tahu apa-apa.
Maka, takdirlah yang berpilin-pilin. Seperti kumpulan bintang muda yang meledakkan supernova, menciptakan macam-macam sejarah melalui kelahiran-kelahiran baru.
Darimu, wahai Anak Muda masa lalu, lahir sejarah baru. Termasuk aku.
Lalu, apa yang kupahami sebagai kebenaran, pemahaman, keyakinan, runtuh pada hari sejarahmu runtuh.