Patahan Teka-Teki

Tatsnia Kivian
Chapter #2

BAGIAN 2

"ADRIAN!!!"

"ESKAAA!!!"

Dua nama yang benar-benar memenuhi Ekstra Stadium bagian kanan. Dua nama yang benar-benar ditunggu-tunggu mainnya oleh SMA Bangsa. Yang satu sebagai kapten basket andalan, yang satu sebagai pemain terbaik yang pernah mengikuti pertandingan DBL di Jakarta setahun yang lalu.

Kiana yang merasa asing dengan situasi saat ini pun mendengus dan menutup telinganya rapat-rapat dengan headset yang sengaja dibawanya dari rumah tadi. Volumenya pun dibesarkan sebisa mungkin, agar merasa nyaman berada di tempat keramaian seperti ini.

Posisi berdirinya yang berada di bagian paling belakang penonton, membuatnya tak melihat cara Adrian bermain di lapangan secara langsung. Ia hanya bisa melihat pertandingan olahraga ini dengan bantuan layar yang cukup besar.

Meskipun begitu, pandangannya tak sepenuhnya fokus pada pertandingan. Sungguh, rasanya ia perlu beradaptasi di lingkungan seperti ini. Bahkan, sejak tadi, tubuhnya terus menghindar dari orang-orang yang terus mendesaknya untuk maju. Kiana merasa risih. Ia benar-benar tak nyaman berada di posisinya seperti ini.

"ADRIANNN!!!"

Suara riuh tepuk tangan kembali menguasai Ekstra Stadium di bagian kanan. Adrian berhasil memasukkan bola ke dalam ring lagi. Bahkan caranya memasukkan bola ke dalam ring, membuat siswi-siswi berteriak histeris, yang justru membuat Kiana semakin ingin segera keluar dari ruangan ini. Ia merasa pengap dan gelisah.

Pandangannya kembali menatap layar besar yang menjadi satu-satunya alternatif bagi penonton yang menonton di bagian belakang seperti Kiana. Pertandingan saat ini memang akan disiarkan ulang melalui sosial media, setelah pertandingan selesai. Karena ini merupakan final pertandingan yang diadakan oleh PT Reigha Group, sebagai salah satu perusahaan terkaya di Indonesia.

Tiba-tiba tubuh Kiana terasa kaku. Jantungnya berdegup lebih kencang dari biasanya. Keringatnya yang sejak tadi disekanya setiap menetes, kini dibiarkannya menetes bebas. Tangannya menyentuh bagian dadanya yang terasa asing. Matanya mengedip beberapa kali berusaha memastikan penglihatannya benar. Bahkan otak dan hatinya saat ini tak sinkron dengan apa yang dirasakannya.

"ADRIANN!!!"

Kiana sempat terhuyung ke belakang sesaat karena terkejut dengan teriakan seorang gadis di sampingnya. Ia benar-benar tak fokus dengan apa yang telah dilihatnya tadi. Pikirannya berkecamuk. Jantungnya masih berdetak hebat seolah tahu tentang perasaannya.

*

"Kiana di belakang, Al," bisik Gika dengan cukup keras di samping Alda.

"Hah?!"

"Kiana di belakang."

"Hah?!"

"KIANA DI BELAKANG!" seru Gika dengan keras tepat di telinga Alda.

Alda yang merasa telinganya masih baik-baik saja pun langsung memukul Gika keras tepat di lengan laki-laki itu.

"Pelan-pelan bego!"

"Gue udah pelan!" seru Gika tak terima. Namun, ia memilih sabar dengan menarik napas panjang. Ia pun kembali fokus ke pertandingan dan mengabaikan Alda yang memerhatikan orang-orang di belakangnya.

Alda masih mencari Kiana di belakangnya. Tapi, nihil. Mungkin, Gika terlalu tinggi untuk menemukan Kiana yang berdiri di antara penonton lainnya di bagian belakang. Maka dari itu, pandangannya kembali beralih ke arah pemain yang membuat dirinya terpesona.

*

"AAAAA!!! ADRIAN!!!"

"Selamat untuk SMA Bangsa!!!" seru MC dengan heboh tepat setelah Adrian memasukkan bola ke dalam ring yang bertepatan dengan selesainya waktu pertandingan.

Riuh tepuk tangan semakin menguasai Ekstra Stadium setelah MC mengumumkan pemenang pertandingan basket kali ini. Dengan Adrian yang berhasil memasukkan bola ke dalam ring terbanyak dan strategi bermainnya yang baik, berhasil mendapatkan julukan pemain terbaik.

Pemain dari SMA Bangsa dengan SMA Kartini pun berjabat tangan usai selesainya pertandingan.

Terlihat jelas Adrian tersenyum bahagia atas kemenangan timnya kali ini. Ini memang bukan yang pertama. Tapi, ini menjadi pertandingan terakhir bersama tim basket di sekolahnya dengan kemenangan. Ini benar-benar membanggakan SMA Bangsa. Karena untuk pertama kalinya dalam sejarah, SMA Bangsa berhasil mengalahkan SMA Kartini dalam pertandingan basket.

Adrian, Eska, Redian, Epoy, Dion, dan pemain cadangan lainnya pun menuju panggung yang telah disediakan. Coach dari SMA Bangsa 3 pun tak menutupi rasa bahagianya berhasil mendidik murid-muridnya menjadi lebih baik dari sejak mereka bergabung saat itu. Ia pun merasa bangga berhasil melatih mereka semampunya.

Adrian melirik ke arah penonton dan mencari keberadaan Kiana yang tak terlihat dari tempatnya berdiri. Ia pun buru-buru menyelesaikan sesi foto bersama Direktur PT Reigha Group untuk memamerkan kalung medali yang disampirkan ke tubuhnya di hadapan Kiana. Untuk pertama kalinya, ia ingin memamerkan kemenangannya kali ini.

*

Satu jam yang lalu, Ekstra Stadium masih terlihat ramai dengan penonton yang bertepuk tangan dengan keras dan juga berteriak menyemangati pemain dengan sekeras mungkin. Ini adalah hal biasa yang terjadi saat ada pertandingan seperti ini.

Kiana yang baru pertama kalinya menyaksikan pertandingan basket pun, terasa campur aduk. Antara senang karena berhasil melawan rasa takutnya di keramaian dengan berdesak-desakan tadi, juga antara perasaan asing yang mengganggunya sejak tadi.

Saat ini pun Ekstra Stadium hanya tersisa pemain basket yang melakukan pertandingan tadi, coach yang melatih pemain, panitia pertandingan, dan Kiana. Ia memilih duduk di dekat pintu keluar, seraya memerhatikan orang-orang yang keluar dari ruangan secara bergantian.

Tubuhnya yang semula lemas dengan bersandar di kursi tanpa kegiatan apapun, tiba-tiba ia berdiri dengan kaku. Sosok laki-laki dengan jersey yang dominan warna putih pun berjalan mendekat ke arahnya. Kiana menarik napas secara perlahan untuk meminimalisir getaran suara yang mungkin muncul, saat nanti ia bersuara.

"Ardan?" panggil Kiana tepat saat laki-laki yang ditunggunya sejak tadi berada di hadapannya.

Laki-laki yang dipanggil Ardan pun menoleh. Langkah kakinya terhenti dan mengamati Kiana dengan pandangan menyipit. Rasanya wajah Kiana terlalu asing dalam ingatannya, sampai-sampai Ardan bingung dengan kehadiran Kiana yang tiba-tiba.

Dia menaikkan salah satu alisnya bingung. "Siapa?"

Kiana berusaha sebisa mungkin tersenyum lebar di hadapan Ardan. Tangannya terulur bermaksud untuk mengajak berkenalan.

"Gue-"

"Ardan!!" Seorang gadis dengan rambut berwarna hitam yang terlihat tebal pun berlari menghampiri Ardan dengan semangat. Dia tersenyum lebar begitu tubuhnya berada di pelukan Ardan.

Tangan Kiana yang masih tergantung di samping Ardan pun ditarik kembali. Rasa kecewa berganti menyelimuti hatinya yang awalnya terasa bahagia.

Lihat selengkapnya