PATAHAN

Tulisan Tinta16
Chapter #4

Liburan

Burhan duduk di teras kos sederhananya. Malam masih muda, tapi udara sudah menipis oleh dingin. Tangannya menggenggam ponsel, cahaya layar memantulkan bayangan pucat di wajahnya. Dari seberang sambungan video call, terdengar suara ibunya yang samar, kadang terputus oleh sinyal yang tak stabil.

"Bu… maafkan aku," ucapnya pelan, seperti bisikan yang takut pecah di udara. "Aku belum bisa pulang tahun ini. Uangnya belum cukup."

Beberapa detik sunyi. Hanya suara jangkrik yang menembus malam. Lalu, dari speaker ponsel, terdengar jawaban lembut yang membuat dadanya makin sesak.

"Nak, jangan memaksakan diri. Ibu mengerti. Yang penting kamu sehat dan belajar dengan baik. Kalau sudah waktunya, dan rezekinya ada, baru pulang, ya?"

Burhan menunduk. Tenggorokannya terasa pahit seperti kopi hitam yang sudah dingin.

"Iya, Bu…" jawabnya lirih.

Panggilan berakhir. Ia menatap langit malam yang bertabur bintang, seolah ribuan mata kecil tengah memandangnya dari jauh. Kerinduan menyeruak di dada, terlalu erat, berat, dan nyaris menyesakkan. Namun ia tahu, satu-satunya yang bisa ia lakukan hanyalah bersabar.

Keesokan malamnya, Burhan duduk di sebuah kedai kopi kecil bersama tiga temannya: Amul, Diyon, dan Edi. Kedai itu sederhana, terdapat beberapa kursi kayu, meja panjang, lampu neon pucat, dan aroma kopi pekat yang memenuhi udara.

"Han, wajahmu kok kayak orang habis kalah taruhan" celetuk Diyon sambil menyalakan rokok. Asapnya menari ke udara, bercampur dengan embun malam. "Ada apa sih?"

Burhan mencoba tersenyum. "Hehe, nggak apa-apa kok. Cuma… nggak bisa pulang lagi Lebaran ini."

Edi menepuk bahunya. "Daripada murung, ayo ikut liburan. Ganti suasana, siapa tahu pikiranmu lebih ringan."

Amul yang sedari tadi sibuk mengaduk kopi menimpali dengan semangat.

"Aku setuju! Kita ke Lembah Tinggi Hyang aja. Katanya sunrise di sana kayak lukisan. Abis itu lanjut ke kota Kenanga, mampir ke rumah si Arca."

Burhan terdiam sejenak. Lalu, senyum lebar merekah di wajahnya.

"Kedengarannya menarik. Kapan berangkat?"

"dua hari lagi kita berangkat!," jawab Diyon cepat. "Sebelum ada yang berubah pikiran."

Burhan mengangkat alis. "Tapi uangku kurang. Ada yang mau minjemin?"

"Butuh berapa?" tanya Edi.

"Lima ratus ribu. Biar genap sejuta," jawabnya.

"Aku ada uang lebih, tapi buat bayar UKT," sahut Diyon setengah bercanda. "Kalau mau, kupinjemin dulu. Tapi kalo telat bayar, dendanya lima persen per hari. Gimana?"

Burhan mendelik. "Gila, Yon! Berangkat aja sendiri kalau gitu!"

"Hahaha! Canda, woy!" balas Diyon nyengir.

Tawa mereka pecah, mengisi seluruh ruangan kecil itu. Dan di antara gelak itu, keputusan sudah bulat, mereka akan pergi liburan bareng dalam waktu dua hari lagi.

Di perjalanan. Motor mereka meraung di jalan berliku. Angin malam menampar wajah, dingin menembus jaket, tapi semangat membuat kantuk tak berdaya. Lampu jalan jarang, hanya sinar bulan yang setia menemani.

Lihat selengkapnya