PATAHAN

Tulisan Tinta16
Chapter #5

Musibah

Burhan duduk di kursi kayu panjang depan sekretariat Ikatan Mahasiswa Lingkungan kampusnya. Angin sore masuk melalui jendela yang terbuka setengah, membawa bau debu bercampur aroma kopi sachet dari gelas plastik yang sudah dingin di tangannya. Wajahnya tampak murung. Sejak tadi ia hanya diam, mendengarkan Ainur yang berapi-api meyakinkannya agar mau maju sebagai ketua organisasi.

"Han, dengerin dulu! Kau itu punya modal, paham pergerakan, bisa ngomong dengan lancar, dan anak-anak percaya sama kau. Ini saatnya, Han!" ujar Ainur penuh semangat.

Burhan hanya menghela napas panjang. Ia menunduk, menatap lantai semen yang retak di beberapa sudut ruangan.

"Nur, aku nggak bisa. Serius!. Bukan soal percaya atau nggak, tapi aku ngerasa... bukan di sini tempatku."

Alfa, yang sejak tadi duduk di pojokan dengan raut bingung, akhirnya buka suara.

"Tapi, Han... kalau bukan kau, siapa lagi? Masa iya kita kasih kursi ketua ke orang yang cuma numpang nama?"

Ruangan seketika hening. Hanya suara motor lalu lalang dari jalan depan sekretariat yang terdengar. Burhan mengangkat kepala, menatap Ainur dengan wajah tenang meski ada gelisah di matanya.

"Kalau memang harus ada yang maju dan terpilih, biar si Alfa aja," ucap Burhan sambil menunjuk Alfa. "Dia juga punya kualifikasi yang sama. Lagian dia lebih luang waktunya. Aku tiap malam aja jarang tidur."

Alfa langsung kaget. "Woy! Ngapain asal nunjuk orang? Aku..."

Belum sempat ia menyelesaikan kalimatnya, Burhan memotong cepat.

"Dan aku tekankan sekali lagi, Nur. Aku nggak bisa penuhi harapanmu sekarang. Ada hal lain yang jauh lebih penting buat kujalani," tegasnya.

Ainur terdiam, menarik napas panjang, lalu menatap Alfa.

"Kalau begitu, Alfa, kau siap jadi ketua?"

Alfa spontan menggeleng. "Nur, kau tahu sendiri aku nggak mau jadi ketua apa pun. Aku..."

"Kau nggak usah banyak alasan, Fa," potong Ainur cepat. "Aku tahu hidupmu sekarang gimana. Banyak nyantainya, nggak kerja, tugas kuliah dibantu pacarmu lagi. Jangan samain hidupmu kayak Burhan yang tiap hari sibuk."

"Aku tetap nggak bisa! Coba cari yang lain dulu, Nur. Jangan asal tunjuk," tolak Alfa lagi.

"Ini bukan asal tunjuk, Fa! Baik kamu maupun Burhan tahu kondisi organisasi kita. Walau nanti tetap diadakan pemilihan, faktanya nggak bakal ada yang maju. Sia-sia aja, kan?" Bentak Ainur.

Ia berhenti sejenak, menatap dua orang dihadapannya secara bergantian.

"Maksudku, pembicaraan ini biar semuanya jelas dari awal. Dan yang paling layak ya kalian berdua. Karena Burhan lagi dalam keadaan sulit, jadi kamulah pilihan terbaik, Fa."

Ainur terus membujuk. Kadang ia menoleh ke Alfa, kadang ke Burhan. Namun keduanya tetap keras kepala. Setelah hampir satu jam, akhirnya suara yang ditunggu muncul juga.

Lihat selengkapnya