PATANGGA

Illa Fadillah
Chapter #1

1. Ceiodfyz! Hidung Hilang!

PUKUL 23.50

Sudah sekitar satu jam saya susah tidur. Guling ke kanan, guling ke kiri. Bukan untuk mencari posisi nyaman, tapi mencari cara supaya mata saya tertutup—tidur. Enggak cuma itu saja, saya juga sudah pakai cara menghitung domba?

Kalian tahu 'kan? Yang menghitung domba lompat-lompat, gitu.

Kalau enggak tahu, ya, sudah deh.

BRAK!

Suara itu sukses membuat saya langsung duduk. Saya melihat sapu terbang yang masuk melalui jendela kamar. Eh, tunggu-tunggu. Ini saya enggak salah lihat 'kan? Mengucek mata adalah hal yang pertama kali saya lakukan saat melihat sapu terbang itu.

Ini serius sapu terbang?

Dengan wajah terbengong—yang pasti, posenya masih cantik kok. Sapu itu bergerak dengan gesit, seolah menari di udara. Berlenggok-lenggok seperti penari yang sangat merindukan panggung tarinya. Memang, begitu, ya?

"Hei." Suara itu membuat saya menoleh. Seorang lelaki yang kepalanya sudah menyembul dari jendela, kemudian melompat masuk ke kamar saya.

Saya enggak bisa berkedip saat menatapnya. Apa mungkin lelaki yang di hadapan saya ini seorang bidadari yang menyamar menjadi lelaki? Ah, sepertinya bukan. Itu mah kayak Mimi Peri!

Salah, salah. Dia sangat tampan dan jangan lupakan jubah hitam panjang yang digunakannya.

Saya menampilkan wajah bengong—bukan wajah bego ya. Karena waktu itu teman saya ada yang bilang kalau wajah bengong sama bego itu beda tipis, kalau di KBBI bengong diartikan termenung seperti kehilangan akal. Dan wajah bego itu bukan seperti lagi, melainkan sudah.

Sudah jangan dibahas lebih dalam lagi. Saya saja enggak ngerti? Intinya, bengong sama bego itu sama-sama punya kesamaan. Sama-sama huruf awalnya B.

"Kamu kenapa?" tanyanya yang membuyarkan lamunan saya tentang perbedaan wajah bengong dan bego. "Aku Eiden Alaric," katanya sambil mengulurkan tangan pada saya.

Tanpa dia memperkenalkan juga saya sudah tahu. Saya sudah memerhatikan jubah hitam panjangnya, di ujung jubah dekat lehernya ada bordiran yang bertuliskan Eiden Alaric. Sudah pasti 'kan itu benar namanya?

Oke, karena saya adalah orang yang baik hati dan tidak sombong (ini asli, ya, serius, enggak bohong) jadi saya menerima uluran tangannya. "Aku Zia Tiffany Mahendra," kata saya.

"Oh. Kamu dari keluarga Mahendra?" Saya mengangguk. "Pantas kamu enggak kaget sama kedatangan sapu terbang."

Begini, keluarga saya enggak senormal apa yang kalian pikirkan. Papa sangat terobsesi dengan tokoh yang bernama Harry Potter. Tahu 'kan? Dari kecil, Papa sering menceritakan tentang Harry Potter. Ya, contohnya seperti sapu terbang ini. Jadi saya juga enggak kaget—atau kata sejenisnya. Menurut saya, itu lebay.

Dengan banyaknya buku mengenai penyihir, Papa membuat perpustakaan di rumah. Papa juga sudah bergabung dengan Departemen Pelaksanaan Hukum Sihir. Papa juga punya banyak kenalan penyihir, mau enggak mau ilmu tentang sihirnya mengalir ke Papa. Papa juga punya tongkat sihir, tapi Papa enggak pernah kasih tahu bentuknya seperti apa.

Lihat selengkapnya