Patih Nyasar!

Syarif Hidayatullah
Chapter #1

Prolog

Seorang pengembara berjalan puluhan kilometer menuju ke tempat yang disinyalir akan menjadi sejarah abu-abu. Saat itu Kerajaan Padjajaran hampir mencetuskan peperangan dengan Kerajaan Cirebon karena tidak senang melihat keakraban Prabu Walangsungsang dengan Pangeran Kerajaan Demak. Namun, entah mengapa Prabu Siliwangi membatalkan penyeragan tersebut tanpa alasan yang jelas.

Masyarakat sunda galuh tidak pernah mempermasalahkan keberadaan Kerajaan Cirebon yang dipimpin oleh putra pertama dari pernikahannya dengan Ratu Subang Larang. Akan tetapi kabar angin berdesir ke telinga mereka mengenai wilayah asing di sekitar kerajaan yang tidak pernah dijamah siapapun, kecuali Mbah Kuwu Cakra Buana—julukan untuk Prabu Walangsungsang.

Karena rasa penasaran yang tinggi, beberapa petinggi dan prajurit kerajaan memutuskan untuk berkunjung ke sana, sekedar memastikan kebenarannya.

 Bersamaan dengan itu, Sang Pengembara sampai lebih dulu di depan gapura megah bertuliskan ‘TANAH BUSILEN’. Ada tiga wilayah besar yang termaktub dalam kata BU-SI-LEN (Buwek, Siluman, Jejalen). Setelah melangkah masuk melewati gapura, ada seorang pemuda yang menghentikannya.

“Tunggu, Kisana!”

Pengembara itu berhenti dan membalikkan badan. “Apakah engkau memanggil saya?”

“Iya, benar. Saya tidak mau mendapati Patih Karni murka karena ulah saya yang sering terlambat menutup gerbang dan membiarkan manusia masuk ke wilayah ini. Apakah Kisana tidak keberatan bila saya antar ke keluar?” tawarnya penuh tata krama.

“Mana mungkin saya keberatan diantar pemuda gagah sepertimu, Supri. Saya sudah membaca pesan di tiang gapura. Saya datang ke sini untuk memastikan sesuatu. Kedipkanlah matamu seratus kali dan saya akan keluar dari wilayah ini.”

“Loh, bagaimana Kisana mengetahui nama—“

“Tinggalkanlah wilayah ini jika saya belum juga pergi.”

Supri Sang Penjaga merasakan aura baik dari pengembara itu. Walau wajahnya tertutup topi anyaman, setidaknya dia tidak membuat kekacauan yang mendatangkan maut baginya. Kemudian Supri dan pengembara itu berpisah.

Pengembara itu tak lagi berjalan, melainkan berlari dalam keadaan waktu yang melambat. Ketika waktu kembali normal ia berhenti dan sampai di alun-alun Siluman. Dari ketiga wilayah itu, Siluman adalah wilayah yang paling banyak didatangi orang-orang sakti untuk menimba ajian seribu rupa. Tidak hanya itu, di sana juga tinggal beberapa manusia biasa yang beruntung karena tidak terkena serangan jantung saat melihat mahluk-mahluk super aneh.

“Jadi ini pusatnya? Cukup indah.”

“Permisi, Kisana.” Warga biasa menepuk pundaknya dari belakang. “Apakah Kisana tersesat? Atau Kisana ingin tinggal di wilayah ini?”

“Saya cuma iseng main ke sini,” jawabnya tanpa menoleh.

Lihat selengkapnya