Patih Nyasar!

Syarif Hidayatullah
Chapter #9

Langkah Baru, Tujuan Lama

Pak RT Karni berjalan mondar-mandir, menyusuri kerisauannya hingga acuh pada Endin yang terkapar di lantai. “Kelihatannya bocah ari-ari itu cukup berbahaya. Apa yang akan terjadi jika dia berhasil menemukan raga aslinya?”

“Entahlah, aku bukan dukun yang kurang kerjaan mengobok-obok masa depan.” Pak Geb memutar-mutar panci dan wajan. “Dukun-dukun lain tiada menahu tentang masalah ini. Mereka bergerak di bidang lain, dan mereka tidak suka bertemu dengan orang sinting semacam kau, Karni.”

“Ya sudah, tak usah dibahas. Aku akan kembali ke kehidupan normal sebagai ketua RT di Desa Semenanjung Mangun.”

Lawan bicaranya berdecak ketus. “Jelas sekali betapa jabatan itu lebih berarti ketimbang status jadulmu.”

“Waktu berputar terlalu jauh, Pak Geb. Kau takkan bisa menghentikannya. Kau yang harus beradaptasi dengannya agar tidak mati oleh seleksi alam.”

“Alam bebas menyeleksi penghuninya. Tuhan yang merancang semua opsinya. Kurasa kau sudah kehilangan cara berpikir jernih, Karni. Aku seorang dukun kampung dan kau adalah salah satu dari ketiga patih menyebalkan di masa lalu,” kilahnya bijak.

“Hey, kau tidak boleh banyak bercakap-cakap bijak. Nanti sumpah serapahmu tumpul.”

“Biar kucoba sumpah itu padamu sekarang.”

“Ya ampun.” Endin mengulet bak singa bangun tidur, melerai perdebatan Ketua RT dan sekretaris bayangannya. “Enggak ada yang mau berkokok napa? Udah pagi nih. Nanti jengkol gue keburu adem,” bicaranya melantur.

Pak Geb menutup wajahnya dengan wajan sembari mencubit-cubit hidungnya. “Apa pemuda jengkol ini masih penting?”

“Bawa saja dia keluar. Rumah ini akan ditutup selamanya.” Seringai wajahnya menandakan awal dari kemenangannya. Sepasang sejoli tak sekawan keluar dari bangunan megah sambil menyeret-nyeret lengan Endin hingga gerbang.

“Aku mendengar sesuatu,” terawang Pak Geb saat merasakan getaran di alam lain.

“Ah, jangan bilang ini akibat dari besarnya mulut kita.”

“Apa kau masih bisa bertarung?”

“Beratus tahun lalu, aku tumbangkan seratus prajurit Majapahit dengan bantuan seribu pendekar amatir.”

“Keadaannya lebih buruk dari itu. Aku beri usul agar membentengi desa ini dengan pagar ghaib yang sangat tebal. Kumpulkan saja rekan seperjuanganmu ke sini. Ada orang asing yang memiliki kekuatan adidaya setara dengan Burah.”

Pak RT Karni berkeringat dingin ketika rasa yang sama tersalur ke dalam batinnya. Segila apakah orang ini hingga lututku bergemetar merasakan energinya.

***

7 Abad Lalu, Kerajaan Cirebon

Pasca kehancuran Tanah Busilen, pengikut setia Eyang Cakra Buana menangkap Raden Srinata Wera dan mengurungnya dalam sel yang tak bisa ditembus dengan ajian apapun. Dalam sesi introgasi, dengan tegas dia menjelaskan maksud dan tujuannya kepada Eyang Cakra.

“Menjatuhkan Ayahmu, Prabu Siliwangi.”

“Berani-beraninya kau bertindak bodoh seperti itu!” Salah seorang pengikutnya tersulut amarah lalu mengayunkan tombak ke punggungnya.

“Jangan bunuh dia!” sergap Eyang Cakra.

Lihat selengkapnya