PATRICIA MUDA

Ardhi Widjaya
Chapter #8

Malika Bangga

From : (R. Bagus Djojo Sentono)

potterhead86@plasa.com

To      : (Rr. Diah Rukmi Sentono)

diahanakakuntansi@yahoo.com 

Sunday, 3 September 2000

 

Mbak Diah,

Ini aku lagi di warnet sekalian kirim email buat kamu. Barusan aku abis ikut lomba pidato Bahasa Inggris di gedung Pusdiklat Patra Manunggal. Sponsornya Brettwell Industries, jadi juri-nya tadi ada bule Amerikanya juga. Sayang aku nggak dapet juara mbak, modal nekat sih, aku daftar sendiri lewat jalur peserta mahasiswa dan umum.

Sebenarnya, aku sempat ngajuin buat ikut lomba mewakili sekolah, tapi teks yang aku ajuin gak lolos diseleksi guru Bahasa Inggris. Aneh emang SMA ini mbak, yang dianggap layak mewakili sekolah kayaknya khusus buat mereka yang selain pinter juga harus cakep sama anak orang kaya. Lebih tepatnya sih anak-anaknya orang “gede” di Patra Manunggal.

Padahal, aku tuh ikutan lomba biar ngrasa masih punya bakat dan potensi diri gitu lho mbak. Abisnya di Kilamara Patra ini, aku kayak nggak dianggep jadi murid di SMA itu. Padahal tau sendiri kan kalau Bahasa Inggrisku sejak SD nilai-nya bagus-bagus. Di sini aku kayak anak yang nggak menonjol di bidang apapun.

Isinya emang anak-anak pinter yang sekolah di sini. Tapi gimana ya, mereka tuh kejam tapi bukan kejam yang pakai kekerasan gitu. Jadi bingung, mau ngelawannya gimana. Pokoknya, baru tiga bulan sekolah di sini aku udah nggak nyaman deh. Mereka, yang dianggap para murid berprestasi di SMA KIlamara Patra, selain pinter akademik, mereka juga pinter menekan orang mbak. Menurutku, tujuannya sih biar nggak ada yang lebih menonjol dalam prestasi dan reputasi kecuali di kalangan mereka sendiri. Ya, mereka anak-anaknya pejabat Patra Manunggal.

Kalau aku mau laporan ke guru juga susah. Apa yang bakal dipercaya dari setiap laporanku coba? Aku bakal kalah dalam semua pamor, mulai dari prestasi akademik. Jadi mbak, kalau banyak yang bilang susah masuk ke sekolah ini, buatku sih lebih susah bertahan di dalamnya, berat!

Terus terang, aku juga jadi males tiap kali mau berangkat ke sekolah. Sebenernya bukan karena aku nggak suka belajar di sekolah, aku nggak suka suasana sekolahnya sih lebih tepatnya. Tapi kalo aku cerita di rumah, bapak bilangnya “ya yang sabar, sekolah itu memang capek. Ibu lebih seenaknya lagi kasi tanggapannya “ya kamu aja yang nggak bisa adaptasi sama temen-temen baru”. Padahal kan mbak, kalau situasi seperti ini, buklannya aku yang gak bisa adaptasi, temen-temennya aja yang jahat.

It’s hard to make our parents understand… They thought a favorite school delivers the best education, sempit banget kan mbak pemahaman orang tua kita?

 

*Hug, ur little brother*

BGS

---

Lihat selengkapnya