Terkadang, jika melihat remaja berontak, bersikap berbeda dan tidak ceria hanya akan dianggap: nakal. Sayang, penghakiman itu yang menjadikan mereka menjadi sulit untuk punya rasa cinta bahkan sekedar mencintai diri sendiri dan justru akan berujung pada pembentukan egoisme.
Patricia Muda menjadi sebuah ilustrasi fiksi, betapa citra pendidikan yang baik tidak selamanya menunjang pembentukan karakter yang sempurna. Kecerdasan intelektual hanya akan menjadi kedok atas keburukan terselubung.
Novel ini memilih gaya penulisan epistolary mengingat di awal millenium baru, internet menjadi sarana yang begitu menggugah rasa penasaran remaja saat itu. Sehingga para tokoh berekspresi atas cerita hidupnya dengan saling mengirimkan email. Selain itu, dengan bersapa melalui email, mereka merasa lebih “aman” dari anggapan buruk atas reputasi yang mereka bangun di SMA favorit seperti KIlamara Patra.
Semua tokoh di sini murni fiktif, begitu pula lokasi kejadian juga fiktif. Nama perusahaan Amerika di Kalimantan, Baker Hughes tidaklah menjadi lokasi kejadian. Perusahaan tersebut memang ada di Kalimantan dan hanya menjadi “pemanis” dalam cerita ini sebagai lokasi tempat kerja ayah dari tokoh Delilah sebelum beliau pindah ke Brettwell Industries di Kilamara.
Jika kembali ke tahun 2000, saat itu sistem pendidikan di Indonesia masih menggunakan skema CAWU (Catur Wulan). Sehingga di awal cerita ini tampak bahwa dalam 1 periode kelas, terbagi menjadi 3 bagian ujian sebelum tahun ajaran baru berganti dan para siswa naik kelas. Baru setelah tahun ajaran 2001-2002, skema CAWU diubah oleh pemerintah menjadi Semester. Begitu pula alur yang digunakan dalam Patricia Muda.
Ada beberapa karya yang menginspirasi penulis saat berkreasi dalam Patricia Muda. Karya-karya tersebut antara lain:
1. Bagi penulis, gaya penulisan epistolary merupakan tantangan yang ingin diambil layaknya novel karya sastrawan Perancis abad ke-18, Choderlos De-Laclos yang berjudul Les Liaisons Dangereuses. Intrik di novel inilah yang juga menjadi inspirasi penulisan Patricia Muda.
2. Terlebih lagi novel Les Liaisons Dangereuses sudah pernah difilmkan oleh Columbia Pictures dengan karakter para remaja SMA Manhattan yang berjudul Cruel Intentions pada tahun 1999. Cruel Intentions sendiri merupakan film yang mengisahkan para remaja elit yang menggunakan seks sebagai senjata berpolitik untuk menjatuhkan lawan yang tidak mereka sukai. Konsep ini mirip dengan kelicikan yang digunakan tokoh Bagus di Patricia Muda.
3. Lagu Roman Picisan dari Dewa 19 yang terkenal di awal tahun 2000 menjadi melodi yang mengiringi kisah ketertarikan antara dua insan remaja yakni Wibisono Pamungkas dan Delilah Handojo dalam novel ini.
4. Film porno (bokep) Tarzan X dalam bentuk VCD menjadi “benda keramat” yang kerap ditonton secara sembunyi-sembunyi oleh para remaja era 90-2000an di tengah gejolak masa puber mereka. Bagian ini juga ditampilkan dalam gaya pertemanan remaja Patricia Muda.
Selain itu, apakah ada kisah nyata yang menginspirasi kejadian dalam novel ini? Tentu ada, antara lain:
1. Penayangan film Ada Apa Dengan Cinta di bulan Februari 2002. Saat itu banyak orang, khususnya remaja yang tinggal di kota kecil, rela untuk berakhir pekan ke kota besar terdekat untuk sekedar menyambangi bioskop guna menonton film yang fenomenal pada masanya ini.