Langit kelabu seolah ikut berduka saat mengatar wanita yang dikenal baik oleh tetangga dan masyarakat sekitar ke tempat peristirahatan terakhirnya. Seolah tak ada yang mampu menerima kepergiaannya yang mendadak.
Sehari sebelumnya, almarhumah sempat memanggil Maya untuk membantunya membersihkan rumah. Dia bilang, besok adalah hari yang paling dinantikan setelah Astrid memberitahunya bahwa Bella akan pulang. Tak ada lagi gurat kesedihan yang terlihat di wajahnya. Padahal dia sempat mengaku sedih setelah mengantar hewan peliharaannya ke salah satu rumah temannya yang mau menampung mereka. Dina menceritakan momen itu pada Maya sambil terisak. Meski berat, tapi baginya ini yang terbaik untuk dirinya juga Bella. Lagipula, sudah tujuh tahun berlalu setelah kehilangan Haris. Saat ini dia sudah lebih optimis menjalani kehidupannya bersama anak-anak.
Dina kemudian meminta kepada Maya untuk mengantarnya ke supermarket, berbelanja keperluan dinner besok malam. Tak lupa, dia mampir ke butik langganannya untuk membeli sebuah gaun cantik sebagai hadiah kepulangan Bella. Maya bahkan tidak tahu kalau Dina membeli gaun itu untuk Bella. Dia hanya sibuk memerhatikan wajah Dina yang terlihat lebih bersinar dan cerah dari sebelumnya. Wajah itu bahkan masih menghiasi kepalanya. Wajah indah yang dia lihat untuk terakhir kalinya.
***
Bella menyimpan bucket mawar besar yang dibelinya saat perjalanan pulang di pusara Ibunya. Sudah puluhan, bahkan ratusan kata maaf dia lontarkan untuk Ibu selama perjalanan dari rumah menuju pemakaman. Dia bahkan sudah pasrah dengan segala yang terjadi hari ini, meski belum benar-benar menerima kepergiannya.
“Ayo pulang, Bel.” Ardi berusaha mengangkat tubuh Bella yang masih memeluk erat nisan Ibunya.
Para pelayat sudah meninggalkan pemakaman sejak setengah jam yang lalu. Tersisa Ardi, Astrid, Tante Maya dan suaminya yang baru datang dari luar kota masih menemani Bella yang belum bisa lepas dari Ibunya.
“Kasihan Ibu nggak ada yang nemenin, Kak. Aku disini aja.”
Ardi sudah tidak tahan lagi dengan sikap Bella. Dia lantas menarik paksa adik tirinya itu untuk bangun, hingga pelukan pada nisan ibunya terlepas. “Dimana kamu selama ini saat Ibu butuh kamu? Baru nyesal sekarang?”
Genangan yang hampir kering di kedua matanya, kembali basah. Hatinya mendadak nyeri. Memori di otaknya kembali memutar adegan saat dirinya membentak Ibu, lengkap dengan kata-kata paling menyakitkan yang pernah dia ucapkan kepadanya.
“Kakak titip Ibu sama kamu bukan untuk kamu sakiti, Bella!”
“Kak, cukup! Sudah. Ayo kita pulang.” Astrid menggandeng tangan Bella, membantunya bangun. Sementara yang dibantu masih limbung. Seolah jiwa dalam raganya ikut pergi menyusul Ibunya.
Ardi tak lagi mengatakan apapun setelah dilerai oleh Astrid. Dia lantas pergi ditemani Tante Maya dan suaminya menjauh sementara dari Bella dan menunggu keduanya di tempat parkir.
“Ayo pulang, Bel.”
Bella menggeleng. “Gue mau disini aja. Ibu nggak ada yang jagain.”
“Ada Tuhan dan Ayah Haris yang akan jaga Ibu sekarang. Lo nggak usah khawatir. Ibu sudah ada di tangan yang tepat!”
Bella memeluk Astrid erat. Berharap kesedihannya hari ini segera berakhir.