PawsLova

Regina Mega P
Chapter #8

#8 Rival

Pagi ini suasana rumah masih tampak asing bagi dirinya. Ardi sudah duduk di ruang makan bersama Astrid yang tengah menyiapkan nasi goreng sebagai menu sarapan. Sementara Bella baru keluar dari kamarnya dengan kemeja biru dan rok selutut serta tas jinjing yang tersangkut di pundak. Dia bergegas menuju ruang makan dan langsung duduk di kursi bagian tengah menghadap jendela. Saat Ibu masih ada, biasanya dia akan duduk di samping kiri dan Ardi di samping kanan menggantikan posisi almarhum Ayahnya yang biasa duduk di sana. Sebelum Ayah meninggal, Ardi akan duduk bersebrangan dengan Bella, sambil berusaha menghalangi pemandangan pagi di balik jendela dari mata adiknya. Lalu, Bella akan marah dan melempar tisu bekas ke arahnya. Namun, kali ini Ardi tidak duduk di sebrang maupun di sisi kanan. Dia duduk di tempat Ibu biasa duduk. Membuat Bella merasa kalau Ardi sedang berusaha menggantikan sosok Ibu untuknya, seperti yang biasa dia lakukan saat Ayah pergi.

“Berasa serumah sama pengantin baru.” Bella menggoda Kakak dan sahabatnya. Kelakukan mereka saat ini, bahkan sudah seperti suami istri sungguhan.

“Iya, dong! Kan bentar lagi, ya.” jawab Astrid. Tangannya dengan lihai membawa tiga piring nasi goreng, lengkap dengan telur ceplok dan acar timun sebagai topping.

“Tahun depan lama, lho! Nggak sekarang-sekarang aja?” tanya Bella seraya mengambil nasi goreng yang sudah dibuatkan Astrid.

“Maunya, sih gitu, ya! Tapi itu tanggal udah dapat ngitung. Jadi, ya ikutin ajalah. Biar selamat.”

Bella tersenyum sekilas. Dia bahkan tidak pernah percaya dengan hal-hal mitos seperti perhitungan tanggal baik, hari baik, bulan baik dan segala hal yang pikirnya ribet. “Nikah, nikah aja, sih! Lagian semua hari itu baik, kok! Lebih cepat nikah juga, kan lebih baik.”

“Udah cepetan makan! Nanya mulu.” Ardi melerai.

“Biar rumah nggak sepi,” jawaban Bella membuat suasana kembali hening dan canggung.

Setelah itu, baik Ardi maupun Astrid tak ada satupun yang berani membalas ucapannya. Mereka berusaha menyibukkan diri dengan kegiatan masing-masing dan melupakan kata-kata yang baru saja keluar dari mulutnya.

“Jangan pindah, ya kalau nikah. Awas lho!”

Ardi menatap wajah adiknya yang mulai murung. Melihat genangan di pelupuk matanya yang hampir tumpah, membuatnya nyaris berpikir untuk membatalkan semuanya. Namun Ardi berusaha menghilangkan niat itu dari pikirannya, saat mengingat perjuangan keduanya untuk bisa sampai ke tahap ini.

*

 Sesampainya di kantor, rasa takut terus menghantui perasaan Bella. Bayangan wajah Manoj di pikirannya saat ini membuatnya enggan turun dari mobil. Nyaris menyerah. Tapi dia berusaha tegar dan menyiapkan diri menghadapi konsekuensi dari kesalahan yang dilakukannya. Bella yakin, atasannya bisa mengerti dengan kondisinya, saat ini.

“Mobil Ayah emang jarang banget di pake, ya? Nggak enak banget stirnya.” Selama perjalanan, Ardi beberapa kali memeriksa kemudi yang dirasa kaku.

“Yang bisa bawa mobil selain Kakak, ya cuma Ibu. Kalau Ibu nggak kemana-mana jarang di pake.”

“Kamu masih nggak bisa bawa mobil?”

“Enggak. Nggak pengen bisa juga. Udah ah, nanti aku telat lagi!”

Ardi mengecup keningnya, kemudian memeluknya sebentar. “Good luck!

Lihat selengkapnya