PawsLova

Regina Mega P
Chapter #9

#9 Kecewa

“Enggak apa-apa, Bel. Dunia pekerjaan terkadang memang kejam. Saat kita sudah bekerja keras untuk mendapatkan hasil yang baik, ada saja orang yang iri dengki dengan keberhasilan kita, dan berusaha mati-matian merebut posisi kita. Tapi, beberapa hal yang harus kamu ingat! Tetap tenang. Jangan gegabah. Tunjukkan kemampuan dan diri kita apa adanya kepada pimpinan. Dan balas kedengkian mereka dengan prestasi kamu!”

 “Tapi, kalau ternyata dengan segala usaha mereka berhasil merebut posisiku, gimana?”

 “Setelah kamu berusaha, bekerja keras, berdoa dan semua usaha untuk mempertahankan sudah kamu lakukan. Biarkan Tuhan dan seleksi alam masuk ke dalamnya. Kuncinya satu! Tetap percaya bahwa apapun yang terjadi dalam hidup kamu, memang sudah digariskan oleh-Nya.”

Tak ada yang bisa menggantikan pelukan hangat seorang Ibu. Pelukan yang mampu menyembuhkan segala kecewa, amarah, sedih, sakit, hingga kalut. Saat pulang ke rumah, wajah Bella terlihat sembab dengan amarah yang meluap. Dia kesal dengan ulah rekan kerjanya yang menjatuhkan dirinya dan mengomentari cara dia bekerja di hadapan para pimpinan saat mereka merayakan annyversary perusahaan. Acara yang bagi segelintir orang adalah kesempatan untuk terlihat baik dan menjatuhkan yang lain di hadapan pimpinan. Beruntung, saat itu Manoj yang sudah hafal bagaimana sifat dan sikap anak buahnya, membuat Bella mendapat pembelaan hingga posisinya sebagai sekertaris, masih dipertahankan.       

Namun, semuanya berubah saat Ibu pergi.

Tak ada lagi pelukan hangat menenangkan yang mampu membuatnya bangkit dari rasa sakitnya. Bella, hanya bisa memeluk baju Ibunya erat lalu menangis sendirian di dalam kamarnya. Bagi Bella ada satu posisi yang tak pernah bisa diubah di dunia ini, sekuat apapun kita berusaha mengubahnya.

Posisi Ibu dalam hidup anak-anaknya.

*

Pukul lima sore, Bella keluar dari kamarnya. Cacing di perutnya beberapa kali meronta, meminta makan. Namun, selapar apapun saat ini dia masih enggan memasukan makanan ke dalam ususnya.

Bella masih berdiri di ruang makan. Matanya mengedar ke seisi rumah yang terlihat berantakan. Sekilas dia merasa ada cara untuk keluar dari masalah yang mengganggu pikirannya. Selain itu, sepertinya Astrid tidak sempat membereskannya tadi pagi karena dia juga mulai masuk kerja hari ini. Bahkan kemungkinan, dia tidak bisa menginap karena harus menjaga Papinya yang terkena stroke.

Bella menarik napas, bersiap untuk membersihkan seluruh rumah hingga amarah di hati mereda dengan sendirinya. Di mulai dari ruang dapur. Membersihkan bagian-bagian kompor. Mencucinya dan mengelapnya hingga mengkilap. Lalu, beberapa tempat bumbu yang kosong dan berdebu di lap hingga bersih. Setelah itu, Bella juga menyapu seluruh ruangan hingga ke detail paling kecil seperti kolong meja, sela-sela sofa, sela pintu dan jendela, hingga debu yang menempel di plafon rumah. Setelah merasa debu yang menempel mulai berkurang, dia mengambil alat pel dan membersihkan semua ruangan, sampai hampir malam.

“Huh!” Tubuh lelahnya rebah di sofa. Bersih! Seperti rumah yang baru saja di tempati. Saat Ibu masih ada, Bella akan sangat senang saat diminta untuk membersihkan rumah. Dia akan membuat seisi rumah mengkilap dan jauh dari debu. Apalagi saat moodnya mulai memburuk, bersih-bersih adalah salah satu cara agar beban masalahnya dapat menguar bersama keringat yang keluar dari tubuhnya. Setelah itu, Ibu akan membawakan pavlova dari toko langganannya. Membuat moodnya semakin baik selama beberapa hari.

Tanpa terasa air matanya kembali mengalir saat mengingat kenangannya bersama Ibu. Beruntung dering ponsel berhasil membuat potongan kenangan, perlahan hilang dari pikirannya.

“Aku udah pulang. Iya, tadi pulang sekitar jam 2. Ya, memang ada masalah. Nanti aku cerita kalau Kakak udah di rumah, ya. Oke, bye!” Bella menutup panggilan dari Ardi yang menanyakan keberadaannya, padahal dia sudah berada di depan kantor untuk menjemputnya, sejak satu jam yang lalu. Lagi-lagi Bella lupa untuk mengabari Ardi kalau dia sudah pulang sejak siang tadi.

Tubuhnya lantas bangkit, saat tatapannya tertuju pada plastik sampah yang belum dibuang. Masih ada yang harus dia kerjakan sebelum dia menyerahkan tubuhnya pada kasur. Dia bergegas mengikat plastik sampah, lalu membuangnya keluar.

Dingin.

Angin yang berhembus sore ini serasa menusuk kulit. Sepertinya akan hujan desar seperti kemarin-kemarin. Peralihan musim seperti ini kadang membuat tubuhnya tidak enak. Bella mendekap tubuhnya, setengah berlari masuk ke dalam rumah.

“Eh, eh!” Kakinya nyaris menginjak sesuatu. Membuatnya terkejut, hingga tanpa sengaja melebarkan kaki, hampir split.

Lihat selengkapnya