Hari ini Bella sengaja bangun lebih pagi untuk sekadar memberi makan kucing yang dipeliharanya dan bermain dengannya, sebelum berangkat kerja. Kemarin, Bella dan Astrid membeli berbagai macam keperluan untuk kucing seperti kandang, vitamin, mainan, makanan, pasir halus beserta litter boxnya. Bahkan setekah memberi makan kucingnya, Bella juga membersihkan kotoran kucing dari dalam litter box! Hal yang tidak pernah dia lakukan seumur hidupnya, yang setiap kali mencium baunya saja, dia akan memarahi seisi rumah dan meminta segera dibersihkan. Sekarang, dia bahkan dengan senang hati membersihkan meski masih sedikit jijik dan mual dengan baunya. Setidaknya kali ini dia mulai bisa berdamai dengan rasa bencinya.
“Meng, meng! Anak kamu satu lagi mana?” Matanya mulai mencari. Sepengetahuannya kucing yang dia beri nama Mili ini memiliki 4 anak. Yang satu mati di teras dan tiga lainnya di bawa ke samping rumah Bella oleh induknya. Tapi, saat ini yang dia lihat hanya ada dua, yang berwarna sapi dan abu-abu.
“Bel! Gue berangkat duluan, ya. Ada rapat sama wali murid hari ini.” Astrid terburu-buru menuju tempat kerjanya, sementara Bella masih sibuk mencari anaknya Mili.
“Gue udah bikin sarapan buat lo di meja. Buruan siap-siap! Bentar lagi jam masuk lo!”
“Iya, bentar. Gue lagi nyari anaknya si Mili. Kemana, ya? Kemarin masih ada waktu mindahin ke kandang.” Bella masih mencari ke setiap sela perabotan lama yang memang sengaja di simpan di sana. Nihil. Bahkan induknya terlihat cuek saat salah satu anaknya tidak ada di sana.
“Mil! Anak lo kemana yang satu? Kok, lo anteng-anteng aja, sih anak ngilang juga!” Sementara yang di tuju sedang sibuk memakan dry food yang diberi Bella.
Pukul 7:30. Bella lantas menyerah saat wilayah teras sudah diselidiki tak menemukan apapun. Bella kemudian bergegas menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Setelah usai, dia mengambil kemeja berwarna ungu dari dalam lemarinya, juga rok selutut berwarna hitam dan flat shoes dengan warna senada. Sepiring nasi goreng yang sudah di siapkan sahabatnya dihiraukannya. Jam di dinding sudah hampir menunjukkan pukul delapan pagi. Bella lantas bergegas mengunci pintu dan pergi menuju kantornya.
*
Sesampainya di kantor, Bella kemudian membuat laporan pertemuannya kemarin dengan disainer yang nyaris bermasalah dengannya. Segelas kopi susu hangat yang di pesannya melalui office boy menemani pekerjaannya hari ini. Namun, saat baru saja mengerjakan setengah bagian laporan, dia melihat Manoj dan Dara saling berkejaran di hadapannya. Wajah Manoj merah padam, sementara Dara terlihat menunduk, mengikutinya dari belakang. Perasaannya mulai tak menentu. Apa mungkin ada hubungannya dengan kemarin? Namun, Bella berusaha untuk tetap tenang dan kembali mengerjakan tugasnya. Selagi Manoj tidak menyuruhnya datang ke ruangan dia, itu berarti kemarahannya hari ini tidak ada hubungannya dengan dirinya.
Sudah hampir dua jam keduanya berada di dalam ruangan. Bella bahkan hampir selesai mengerjakan dua laporan klien yang belum sempat dia kerjakan kemarin. Rasa penasaran mulai memenuhi dirinya. Sesekali Bella melirik ke arah beberapa karyawan lain, yang berada di lantai yang sama dengannya. Mereka sesekali terlihat mencuri pandang ke dalam ruangan Manoj, lalu saling berbisik satu sama lain. Padahal ruangan Manoj kedap suara, namun tingkah Dara yang terlihat mencurigakan dibalik gorden, membuat mereka semakin penasaran dengan yang ada di dalam sana.
Bella lantas menghampiri salah satunya. “Ada apa, sih Mbak?”
“Lha, kok nanya kita? Harusnya kita yang nanya Mbak Bella. Kan, kalian sekertarisnya Pak Manoj.”
Bella mengerutkan kening. “Saya aja nggak tau mereka kenapa? Tapi, kemarin mereka balik lagi kesini nggak, sih?”
“Balik, sih. Tapi Dara doang. Pak Manoj nggak balik lagi.”
Bella hanya manggut-manggut. Namun, hal itu jelas tidak dapat mengubah rasa penasarannya saat ini. “Ya, udah. Nggak usah ngintip-ngintip!”
“Ih! Si Mbaknya juga penasaran, kan? Kita juga, Mbak.”
“Bella, bisa ke ruangan saya?” Manoj memanggilnya.
“Baik, Pak!” Bella lantas pergi ke ruangan Manoj, diikuti para mata yang masih penasaran dengan kejadian di dalam sana.
“Laporan pertemuan kita kemarin, udah kamu kerjakan?”
Bella melihat ke arah sofa. Di sana ada Dara sedang duduk dengan ponsel di hadapannya. Wajahnya terlihat sangat serius, hingga tak menyadari kehadiran Bella yang datang.
“Sudah, Pak. Sudah saya kirim via email.”
Manoj menghela nafas. Wajahnya terlihat sangat serius saat menatap Bella, meski tidak terlihat kerutan di dahinya. “Siapkan rapat dadakan sama Miss Jameela siang ini, ya. Kamu cari referensi untuk festivalnya, dan kamu yang langsung yang presentasi di depan Miss Jameela.”