PawsLova

Regina Mega P
Chapter #19

#19 Indra


Seorang pria keluar dari dalam kamar mandi, usai membersihkan diri. Dia masih menggosok rambutnya dengan handuk dan bersiap untuk merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Lelah rasanya, setelah semalaman dirinya harus mengangkat tumor pada bagian mata seekor kucing, lalu melakukan sterilisasi dan pada tiga kucing betina dan dua kucing jantan, juga melakukan operasi pengkatan rahim pada kucing betina karena pyometra, akibat penggunaan obat-obatan pencegah kehamilan yang diberikan oleh pemiliknya. Padahal sudah berkali-kali Indra dan rekan sesama dokter hewan lainnya selalu menganjurkan pada pemilik hewan untuk mensteril kucingnya. Selain lebih aman, banyak hal positif lainnya dari steril menyangkut kesehatan kucing.

Baru saja dia memejamkan mata sekejap, sebuah panggilan menyapa ponselnya. Indra menarik nafas. Dia benar-benar butuh istirahat saat ini. Lagipula, seingatnya saat terakhir kali dia memeriksakan kondisi pasiennya, semua dalam kondisi stabil dan baik. Lalu panggilan apalagi kali ini?

“Halo. Kenapa, Gus?”

"Dok, ini cewek yang waktu itu nangis-nangis di klinik datang lagi bawa anak kucing. Kayaknya, sih kena virus. Matanya bengkak sama banyak lendir di hidung dan mata.”

“Ya, udah. Kamu coba bersihkan dulu kotoran di mata dan hidungnya pakai nacl, terus coba cekokin makan pakai wet food. Jam sepuluh saya kesana.”

“Tapi, Dok! Eh, eh… Mbak. Saya lagi ngomong sama dokternya!”

“Gue nggak mau tau, ya! Dokternya langsung yang harus meriksa kondisi kucing gue!”

“Iya, sabar Mbak! Tenang! Ini saya juga lagi hubungi dokternya dulu.”

“Tapi kucing gue kondisinya begini! Gimana gue bisa tenang?”

Indra berusaha menahan emosinya yang mulai meninggi. Bagaimanapun juga wajar saja jika pemilik hewan merasa panik saat melihat kondisi hewan peliharaannya dalam keadaan tidak baik. Tapi saat ini, dia benar-benar membutuhkan istirahat untuk memulihkan tenaganya yang terkuras semalaman. Namun, mendengar perdebatan di antara karyawan dan pemilik hewan di dalam telepon, membuatnya tak lagi berminat untuk kembali tidur.

“Gus, udah! Saya kesana sekarang. Siapin kopi paling pahit aja buat saya!”

“Baik, Dok! Maaf, ya Dok ganggu waktu istirahatnya.”

Telepon di tutup.

 Indra lantas mengambil pakaian mana saja yang mudah dia ambil dari dalam lemari. Kemudian turun dari kamarnya yang berada di lantai dua lalu menyalakan mobilnya untuk segera menuju ke tempat kerjanya. Matanya terasa berat untuk terbuka, namun dia berusaha keras tetap sadar sampai ke klinik meski pening mulai menjadi temannya selama lima belas menit perjalanan.

Sesampainya di tempat tujuan, dia melihat perempuan yang pernah ditemuinya seminggu yang lalu terlihat kacau dengan anak kucing yang masih dalam genggamannya. Setahu dirinya, dulu Bu Dina pernah bercerita bahwa dia memiliki anak perempuan yang antipati terhadap kucing karena trauma di masa lalunya. Akan tetapi, dua kali melihat reaksi berlebihan dari dirinya membuatnya tak yakin, bahwa dia sangat acuh pada kucing.

“Ndra, please...” Bella lantas menghampiri dengan mata sembab dan suara lirihnya. Membuat Indra tak tega melihat kondisinya yang nyaris sama mengkhawatirkannya dengan kucing yang dia bawa.

Indra menghela napas. Dia tak tega meninggalkan perempuan itu dalam kondisi seperti ini. Dia kemudian mengambil kucing itu dari tangannya, lalu membawanya ke ruang periksa. Tak lupa saat melewati pantry, dia menyeruput kopi yang dibuatkan asistennya agar bisa tetap sadar. Bagus bahkan benar-benar membuatkannya kopi tanpa gula dengan takaran yang cukup banyak, hingga membuat rasanya sangat pahit.

“Ini kucingnya kena virus, Bel. Sampai kurus banget gini.”

Bella tak mampu berkata apapun, dia terus merutuki dirinya sendiri yang tidak menemukan kucing itu dengan cepat.

“Diarenya juga udah parah. Udah coba dikasih makan, Gus?”

 “Udah, Dok. Tapi agak susah, mulutnya rapet banget! Tadi juga saya coba kasih minum pakai spuit, tapi kayaknya udah nggak bisa masuk.”

 “BBnya berapa? Udah cek suhu?”

  “800 gram. Suhunya 36,5 dok.”

Lihat selengkapnya