Bella dan Indra pada akhirnya, memilih restoran all you can eat yang tak jauh dari lokasi klinik, untuk menjadi tempat makan siangnya hari ini. Indra yang akhirnya memilih tempat setelah mereka berdebat, hampir setengah jam di dalam mobil mencari tempat yang enak untuk makan siang sekaligus sarapan yang sempat terlewatkan. Mereka bahkan terlihat layaknya teman akrab yang baru bertemu lagi setelah sekian lama. Sikap Indra yang cukup ramah dan supel pada siapapun yang baru bertemu dengannya, membuat Bella merasa nyaman berada dekat dengannya. Dia tak merasa asing atau canggung saat mengobrol dengan Indra, apalagi saat membicarakan tentang hewan peliharaan. Sepanjang perjalanan selain mendebatkan tempat makan, mereka juga membicarakan banyak hal tentang kehidupan satu sama lain.
“Ibu kamu, tuh keren banget tau! Makanya pas beliau ngasih tau kalau punya anak yang nggak suka kucing, saya agak ragu! Kok, bisa?”
“Ya, bisalah! Aku juga kalau nggak ada masalah sama kucing garong sebelumnya, nggak akan sampai segitunya sama kucing. Tapi serius, deh… akhir-akhir ini aku banyak banget belajar dari mereka yang akhirnya, bikin aku sadar bahwa nggak ada alasan lagi aku sama benci mereka.”
Bella bahkan mengubah panggilan lo-gue, menjadi aku-kamu saat bersama Indra. Hal yang sangat mustahil dia lakukan saat bertemu dengan orang lain yang terlihat seumuran atau lebih muda darinya.
“Apalagi, setelah Ibu nggak ada…”
Melihat raut wajahnya berubah muram, Indra lantas mengubah topik pembicaraan. “Akhirnya nyampe juga! Jadi, siap nih ngabisin daging sampai perut penuh?”
Bella tertawa. Indra tidak tahu kalau berhubungan dengan daging-dagingan, Bella akan menjadi karnivora terganas yang pernah ada. “Siapa yang nyisa, dia yang bayar dendanya. Deal?”
“Deal!”
Seringai tawa di wajah Bella menjadi saksi ganasnya perempuan itu saat berhubungan dengan daging.
***
Enam puluh menit kemudian.
“Wah, gila! Berapa piring, nih kamu habisin sendiri?” Indra melihat tumpukan piring daging yang ada di meja mereka.
Bella tertawa. “Siapa suruh bawa aku ke sini? Ini, sih daerah kekuasaan!” Tanpa sadar Bella mengeluarkan sendawanya yang keras. Refleks dirinya langsung menutup mulut dengan kedua tangannya, malu. Apalagi Indra adalah orang yang baru di kenalnya.
“Abis ini mau kemana?”
Melihat reaksi Indra yang biasa saja, membuatnya benar-benar malu.
“Pulang.”
“Oke, aku anterin kamu pulang dulu, abis itu ke klinik. Tunggu, ya! Ke toilet bentar.”
Bella mengangguk. Dia masih merutuki dirinya sendiri karena sikapnya yang memalukan sebelum akhirnya ponselnya kembali berdering. Satu pesan whatasup dari sahabatnya yang menanyakan kondisi terkini dari kucing yang tadi pagi mereka ributkan. Bella tak menjawab, karena dia pun masih ragu dengan kondisi kucingnya. Selama bersama Indra, baik dia atau lelaki itu sama sekali tidak menyinggung tentang kondisi anak kucing yang dibawanya. Dia bahkan tidak terlalu khawatir saat mengetahui Indra cukup cekatan saat memeriksa kondisinya. Bella merasa kalau anak kucing itu berada di tangan yang tepat.
“O, ya barusan aku dapat telepon dari Bagus, kucingnya udah mau makan.” Indra menghela nafas lega. Bella juga. Lega sekali rasanya mendengar berita itu dari Indra.
“Mau jengukin ke sana?”
“Boleh?”
Indra tersenyum. “Jam jenguk di sana nggak terbatas, kok! Ayo!”
Bella mengangguk kemudian mengekor di belakangnya. “Tunggu, aku bayar dulu.”