PawsLova

Regina Mega P
Chapter #22

#22 Case 1

Bella menceritakan semua yang di alaminya pada sahabatnya sambil mengelus tubuh Mili yang bermanja dengannya. Sementara kedua anaknya berlarian kesana kemari, sesekali memainkan ekor induknya atau melompat ke atas kandangannya dengan lincah. Senja yang nyaman dengan semilir angin yang menyapa tubuhnya, terasa sejuk. Membuat keduanya betah berlama-lama di luar rumah.

“Siapa, sih yang nyebar infonya? Lagian emang pas kejadian Manoj nggak perhatiin apa yang lo lakuin waktu itu?”

“Manoj kayaknya udah di mobil. Lagian jarak parkiran mobil kita sama lokasi kejadian lumayan jauh dan kehalangan sama mobil lain. Cuma si Dara yang nyamperin gue nyuruh buru-buru. Lo udah bisa nebak, kan siapa yang kira-kira nyebar infonya?”

Astrid manggut-manggut, mengerti. “Sialan, tuh cewek!”

“Gue udah nggak aneh, sih! Cuma yang gue nggak habis pikir, kok bisa Miss Jameela minta ganti rugi? Padahal, kan gue yang harusnya dirugikan!”

“Karena beritanya udah masuk Fine Today! That’s why dia minta ganti rugi atas nama baiknya.”

“Oh, shit!” Bella melihat berita yang terpampang di Fine Today.

Seorang Desainer inisial J Tabrak Lari, Kucing Peliharaan Seorang Sekertaris Perusahaan.

“Bagian nabraknya, sih bener. Tapi kucing peliharaannya jelas salah!”

“Yah, apapun isinya yang jelas Miss Jameela pasti ngerasa keberatan sama berita ini. Dia pasti nyangkanya elo yang laporin ini ke media. Apalagi setelah kemarin dia nampar lo, kan!”

Bella mengangkat kepalanya ke atas sesekali terpejam. Berusaha mengontrol emosinya yang mulai meninggi. “Kalau sampai gue tau siapa pelakunya, lihat aja! Gue nggak akan tinggal diam!”

“Kalau ternyata si Dara yang lapor ke media, lo mau apa?”

Bella terdiam sejenak. Nama Dara terus terngiang di kepalanya. Dalam hatinya dia jelas sudah bisa menebak, siapa dalang dibalik berita yang membuat karirnya nyaris hancur.

“Gue bakal buat perhitungan sama dia. Nggak perduli kalau dia ponakan Direktur sekalipun!”

“Uh! Serem! Tapi gue dukung, kok.” Astrid terkekeh saat melihat ekspresi Bella yang penuh dendam. Tapi dia puas, karena kali ini sepertinya Bella akan maju satu langkah untuk melawan setelah selama ini selalu diam saat ditindas.

*

Kemeja oversize hijau lengan panjang, dipadukan dengan blue light jeans dan sneakers menjadi outfit yang dipakainya hari ini. Tak lupa tas dengan motif batik, senada dengan warna kemejanya dia sampirkan di lengan. Astrid sudah pergi sejak pukul tujuh pagi. Dia terburu-buru, seperti biasa setelah selesai membuat sarapan untuk adik ipar tercinta. Sementara yang dibuatkan sarapan baru keluar dari kamar mandi, saat Astrid pergi.

Bella hendak memesan ojek online, saat sebuah motor matic bersama pengemudi yang dikenalnya berhenti tepat di depannya.

“Ojek, Mbak.”

“Lho, Bas! Kan, gue udah bilang nggak usah jemput.”

Abas tersenyum, lalu memberikan helm cadangan padanya. “Saya juga baru berangkat, Mbak. Sekalian aja! Helmnya udah saya cuci, kok! Masih wangi.”

“Iya, iya percaya!” Setelah memakai helm yang diberikan, Bella langsung menaiki motornya lantas pergi menuju shelter untuk mengambil berkas, kemudian pergi bersama ke Bank.

Sepanjang perjalanan, keduanya bercerita tentang kondisi shelter juga para donatur loyal yang selalu membantu keuangan serta kebutuhan anak-anak kaki empat yang tinggal di sana. Abas juga bercerita ada kalanya para donatur mengadopsi kucing yang ada disana. Membantu mengurangi populasi shelter yang selalu datang setiap harinya dengan beragam kondisi. Namun, shelter juga memiliki beragam persyaratan yang harus dipenuhi para adopter sebelum membawa pulang kucing pilihannya.

“Mereka harus steril kucingnya dan memberikan vaksin lengkap di klinik rekanan Shelter.”

“Kliniknya Indra?”

“Iya, Mbak. Karena dok Indra punya data kucing shelter yang di tangani di sana. Jadi kalau mereka telat vaksin atau ada kucing sakit setelah di adopsi, dok Indra pasti ngasih laporannya ke kita per enam bulan.”

“Tapi mungkin nggak, sih kalau ternyata mereka nggak bawa kucingnya ke kliniknya Indra.”

“Mungkin. Pasti bakal ada aja pet owner yang nggak mematuhi aturan. Makanya, kita juga tetap memantau kondisi kucing yang ada di mereka. Mereka ngisi data diri lengkap ke kita sampai kita maintain data gaji mereka pertahun. Seenggaknya kalau gaji mereka memadai itu berarti mereka mampu ngasih yang terbaik untuk kucingnya. Tapi, sejauh ini, sih para adopter masih koorperatif sama kita untuk ngasih tau perkembangan kucingnya pertiga bulan.”

“Berat juga, ya kerjaan kalian!”

Abas tertawa. “Namanya juga kerja, Mbak! Nggak ada kerjaan yang nggak berat. Tergantung kita nanggepinnya gimana.”

“Tapi, kalian oke dengan gaji segitu? Dibawah UMR, lho!”

“Alhamdulillah, Mbak. Tiga karyawan kita yang tinggal di shelter sangat terbantu banget dengan kerja di sana. Mereka dapat tempat tinggal, terus makan juga setiap harinya kita kasih. Jadi, gaji mereka bersih untuk hidup mereka aja.”

Bella semakin tertarik mengenal lebih jauh tentang shelter. Ibu benar-benar membuatnya bangga. “Bas, lo mesti ceritain semua kejadian di shelter ke gue, ya!”

Abas lagi-lagi tertawa, “udah saya ceritain, Mbak. Apalagi yang mau diceritakan?”

“SE-MU-A! Pokoknya semua pengalaman lo selama di shelter dan pengamalan lo ngerawat mereka. Gila, ya! Kalian, tuh kerja untuk hewan, lho! Kok, bisa seloyal itu sama mereka.”

“Ya, terus kenapa, Mbak? Mereka juga sama kayak kita, kok! Makhluk ciptaan Tuhan. Lalu apa yang harus kita sombongkan?”

Bella tak lagi bertanya. Jawaban Abas mampu mengusik hatinya yang mulai tentram.

Sesampainya di shelter seorang karyawan berlari menghampiri Abas dengan wajah gusar sambil membawa handphone di tangannya.

 “Bang, barusan dapat telepon dari pihak penyidik kalau si pemilik kucing akhirnya setuju berdamai sama keluarga tersangka dan cabut laporan!”

“Serius? Kok, bisa?”

“Kemungkinan diintimadasi, sih sama pihak keluarga yang akhirnya bikin dia nggak bisa lanjut dan milih damai. Katanya, mungkin si pelaku khilaf!”

Abas melempar helmnya sembarang. Membuat siapapun yang melihatnya terkejut dan takut. Termasuk Bella. “Ah, anjir emang! Dia nggak tau apa, sikap pelaku yang kayak gitu bakal terulang! Nggak akan ada efek jera kalau nggak dipenjara! Capek-capek gue urus sana-sini biar dapat surat laporan buat bantu dia ngasih efek jera ke pelaku, kalau ujung-ujungnya damai! Percuma! Semua yang gue lakuin percuma kalau kayak gitu caranya!”

Karyawan bernama Jaka tak mampu berkata apapun lagi saat melihat raut marah dan kecewa Abas, pada hasil kerja kerasnya demi mendapat keadilan dari kucing yang di seret motor oleh pelaku.

Lihat selengkapnya