Bella menceritakan kejadian yang di alaminya hari ini pada Astrid. Tanpa terkecuali, termasuk saat akhirnya Abas menyindir sikapnya yang sempat menendang kucing saat di kedai bakso. Dia tidak menyangka, lelaki itu akan tetap membahasanya dan hal tersebut cukup membuatnya merasa malu. Setelah ucapan Abas yang menyentuh hatinya, Bella bahkan meminta Abas untuk langsung mengantarnya pulang dengan alasan kalau dia sudah cukup lelah berpergian seharian ini. Padahal awalnya mereka berniat mendatangi petshop yang terbengkalai sepeninggal Ibu. Tap Bella kadung malu dan kesal sendiri dengan ucapan Abas padanya. Satu hal yang membuatnya heran, Bella bahkan tidak mampu membalas ucapannya sama sekali.
“Dia tuh benar-benar kayak ngebungkam gue nggak, sih! Gue langsung speechless aja pas dia ngomong gitu.”
Astrid hanya tertawa melihat reaksi sahabatnya. Tangannya sedang sibuk membuat cokelat hangat yang sengaja dibuat untuk menemani perbincangan mereka di malam yang mulai basah. Dia sangat tahu bagaimana sikap Bella saat merasa kalah. Hal itu jelas tak akan bisa diterimanya “Ya, baguslah Abas ngingetin lo! Berarti nanti lagi kalau ketemu kucing minta makan, lo harus ngasih!”
“Ya, masa gue kasih dia bakso yang udah gue sambelin, sih? Nanti gue salah lagi, dinyinyirin lagi. Serba salah, deh gue!”
Astrid memberikan segelas cokelat hangat yang sudah disiapkannya pada Bella. “Ya, udah, sih. Maksudnya Abas juga baik, kok! Cuma mungkin momennya nggak tepat aja.”
Bella bangkit dari duduknya setelah menyeruput cokelat panas. Dia lantas mengambil seujumput garam dari toples yang tersimpan di tempat bumbu. Menaburkannya pada minuman, lalu menggoyangkannya agar tecampur rata. Setelah rasanya pas, Bella kembali menyeruputnya kemudian menghampiri Astird yang sudah siap dengan netflix dan berbagai camilan.
“Iya. Momennya sangat amat nggak tepat! Gue jadi pelampiasan kekeselan dia, deh jadinya!”
Sebuah film menampilkan cerita tentang anjing jalanan dan sebuah keluarga yang tengah menanti kehadiran anak pertamanya dipilih menjadi film pertama dalam acara netflix marathonnya.
“Lo cuti berapa lama?”
Bella menggeleng. “Gue takut ini cuma akal-akalan mereka buat mecat gue.”
“Kenapa lo harus dipecat, sedangkan lo nggak salah sama sekali?”
“Ya, karena di mata mereka semua kelakukan gue, salah.” Bella menghela nafas. Baru hari pertama cuti, tapi dia sudah merindukan tumpukan berkas laporan yang menumpuk di meja kerjanya. Dia khawatir kalau Dara tidak bisa mengerjakan pekerjaan sebaik dirinya. Apalagi, sampai detik ini, perempuan atau atasannya tidak menghubunginya sama sekali. Seolah menjadi pertanda, kalau kehadirannya selama ini memang tidak diharapkan.
“Sabar, ya!”
Satu kata dan usapan hangat dipunggungnya mampu meruntuhkan segala resah yang hinggap di hatinya. Kehadiran Astrid di rumah ini benar-benar sangat berharga untuknya. Setidaknya, setelah semua masalah yang menimpa dirinya akhir-akhir ini, Astrid adalah satu-satunya orang yang Bella percaya untuk membuatnya tetap waras.
Bella menyunggingkan senyuman pada sahabatnya, lalu menyimpan cokelat dan membaringkan kepala di paha Astrid. Tubuh dan pikirannya lelah, hingga memilih tertidur dan mengabaikan film yang masih berputar di hadapannya.
*
Abas menelpon Bella dan mengajaknya ke FunPet Clinik untuk memeriksa kondisi Tatang yang akan dibawa pulang pemiliknya. Keduanya sempat membuat perjanjian diatas materai, kalau Tatang akan mendapat perlakuan lebih baik dan pemilik akan lebih memerhatikan kesehatan Tatang, juga menjaga Tatang dari orang jahat lainnya. Pemilik Tatang akhirnya setuju, lalu membawa Tatang pulang setelah memastikan kalau kondisi Tatang sudah lebih baik.
Bella juga berkesempatan menjenguk Hope yang terlihat semakin baik kondisinya, setelah masalah Abas dan pemilik Tatang usai. Tubuhnya bahkan lebih bugar dan berisi dari terakhir dia temukan di dalam pot tanaman, tiga hari yang lalu.
“Hei, apa kabar?” Bella mencoba mengajak Hope bicara.
Suara Hope bahkan terdengar lebih nyaring saat berusaha keluar dari dalam kandang. Selang infus sudah terlepas dari tangannya. Membuatnya dapat bergerak bebas kesana-kemari tanpa harus takut, selang akan membelit tubuhnya.
“Udah boleh aku ajak pulang?”
Indra membawakan racikan obat dan vitamin untuk di berikan pada Hope.
“Boleh. Tapi kamu harus bisa ngasih dia vitamin dan obat sesuai jadwalnya, ya.” Indra kemudian mengambil Hope dari dalam kandang dan mengusapnya perlahan. “Gini caranya.” Indra lalu membuka mulut Hope dan memasukan obat tetes ke dalam pangkal lidahnya, kemudian menutup mulut dan mengusap leher kucing tersebut, memastikan Hope sudah menelan obatnya.
“Bisa, kan?”
Bella menggeleng. “Takut. Kayaknya, aku ambil kalau Hope udah benar-benar nggak minum obat, deh!”
“Yakin, nih? Biaya ranap di sini mahal, lho!”
“Emang berapa? Aku cicil kalau gitu.”
Indra tertawa. “Bercanda. Ya, udah kalau masih belum sanggup, mending kamu titip dulu Hope di Shelter.”