Abas ijin pulang setelah membantu Astrid membawa Bella ke klinik. Lelaki itu terlihat sangat khawatir dengan kondisi Bella yang pucat dan terus menangis sepanjang perjalanan. Abas pulang setelah Astrid memastikan padanya bahwa Bella akan baik-baik saja. Meski sebenarnya dia masih sangat khawatir dengan kondisi Bella.
Pukul 4 sore Astrid masih menemani Bella di kamar yang sesekali menangisi nasib buruknya. Baginya, ini adalah balasan atas sikapnya yang sudah menelantarkan Ibu di hari terakhirnya. Tapi, Astrid berusaha mengubah pemikirannya menjadi bagian dari hal baik yang Tuhan rencanakan untuk hidupnya. Saat-saat seperti ini, kata-kata positif jelas sangat dibutuhkan Bella agar tidak putus asa dengan hidupnya.
“Masih ada shelter dan petshop punya Ibu yang harus lo fokuskan mulai hari ini. Mungkin ini salah satu cara lo untuk tetap berbakti sama Ibu.”
Bella menghela napas. Astrid benar, Tuhan seolah memberinya jalan untuk menebus segala kesalahannya pada Ibu. Berusaha meyakini bahwa semua yang terjadi pada hidupnya saat ini, bukan tanpa alasan. Tuhan sudah memberinya takdir untuk meneruskan perjuangan Ibu merawat hewan yang sangat dia sayang sampai akhir hayatnya. Bella juga masih harus berusaha menjalankan petshop yang selama ini masih terbengkalai karena tidak ada yang menjalankan.
“Satu hal yang harus selalu lo ingat, lo nggak pernah sendirian. Gue bakal selalu ada buat lo, kapanpun lo butuh. Okay!”
Bella kembali memeluk sahabat kesayangannya. Dia sudah banyak merepotkan Astrid akhir-akhir ini dengan segala kelemahannya. Kali ini, dia harus bisa kuat berdiri sendiri. Bella tak ingin merepotkan siapapun lagi.
Ponselnya berdering. Ardi.
“Kok, bisa sih Bel?” pertanyaan awal yang tak pernah ingin didengarnya. Antara tidak peka dan bodoh itu memang beda tipis. Astrid sudah menceritakannya pada Ardi perihal pemecatan adiknya dan laki-laki itu baru sempat menghubungi adiknya di sela pekerjaannya yang padat.
“Assalamualaikum adik kesayangan. Apa kabar? Apa kamu baik-baik saja selama ini? Bisa nggak, sih nanya gitu dulu?”
"’kay! Sorry. Are you okay?”
“Hmm.”
“Tuh, kan. Kakak nanya bener, kamu jawabnya gitu!”
“Ya, menurut Kakak setelah semua yang terjadi sama aku, apa aku masih bisa baik-baik saja?” lirih Bella. "Aku kehilangan Ibu, sekarang aku kehilangan pekerjaan! Gimana ceritanya aku bisa baik-baik aja sekarang?"
Ardi berdecak. Semua yang dia lakukan rasanya serba salah. “Fine! Kakak minta maaf karena nggak ada disana saat kamu lagi kesulitan. Maaf kakak belum bisa pulang."
Bella masih terisak. Mendengar suara kakaknya yang parau membuatnya tak enak. "It's okay! Maaf aku terlalu emosi."
"Kakak yakin kamu bisa melalui semua ujian ini. Kakak percaya kamu bisa bangkit lagi, Bel! Kamu juga harus tau, sekalipun kita berjauhan Kakak nggak pernah sekalipun melupakan kamu. Kamu nggak pernah sendirian, sayang."
Bella mengangguk. "I know!"
"Jadi, apa yang mau kamu lakukan sekarang?"
"Aku masih belum kepikiran. Tapi kayaknya aku bakal coba buka petshop Ibu yang udah lama nggak buka, sama mungkin aku bakal ngabisin banyak waktu di shelter." Seperti yang Ibu lakukan saat dia merasa kesulitan, batinnya.
"Good! Jangan terlalu sering sendirian di rumah, ya. Astrid disana, kan?"
"I'm here! 24's hours!"
"Beb aku titip anak aku, ya! Kalau kira-kira dia nyusahin kamu, jitak aja!"
Astrid berusaha menahan tawa mendengar percakapan keduanya yang sengaja di loudspeaker oleh Bella.
“Dih! Ogah gue punya orang tua freak kayak elo, Kak!"
Astrid tak tahan lagi, dia menertawakan sikap keduanya. “Ya, udah sih! Kalian, nih nggak jauh nggak dekat sama aja!”
“Babe, gimana kondisinya si Bella sekarang?”
“Ya, Kakak tanya aja langsung orangnya.”
“Enggak, ah males! Dia lagi nggak koorperatif.”