PawsLova

Regina Mega P
Chapter #27

#27 Pawslova

Abas dengan sabar mengajarkan Bella beberapa hal tentang keuangan serta kebutuhan shelter setiap bulannya. Dimulai dari pembelian dry food dari beberapa merk yang di pakai, wet food dari yang instan sampai yang harus diolah seperti kepala ayam, ikan basah dan lainnya, pasir kucing, obat-obatan, vitamin, perlengkapan mandi, hingga alat kebersihan seperti pembersih lantai, disinfektan dan kebutuhan listrik juga air. Tak lupa gaji para pegawai dan konsumsi mereka setiap bulannya yang harus dipikirkan mulai sekarang. Sesekali Bella merasa pusing karena ada beberapa peralatan maupun makanan khusus untuk anak kucing, kucing dewasa, kucing yang sedang sakit dan hal-hal lainnya. Meski begitu, Bella mau mempelajari hal baru yang masing asing baginya.

“Pegawai di sini kalau makan dari kita juga?”

“Iya. Pokoknya, gaji mereka tuh bersih untuk pegangan mereka aja. Konsumsi dan kebutuhan mereka segala macem di luar gaji. Tapi nggak lebih dari gajinya tiap bulan, kok.”

“Oke.” Bella kemudian membukan halaman lain dari buku kas. “Terus hutang-hutang gimana? Masih banyak?”

Abas kemudian mengambil buku kas khusus hutang shelter dengan beberapa klinik rekanan, termasuk Fun Pet Clinic milik Indra. Total hutang mencapai 12 juta dan yang sudah dibayarkan sekitar 5 juta. Sedangkan saat keduanya memeriksa uang yang ada di rekening, totalnya hanya cukup untuk kebutuhan dan gaji karyawan selama satu bulan ini saja. Dukungan materil dari para donatur juga tidak terkumpul banyak di bulan ini. Membuat keduanya cukup pusing memikirkan nasib shelter ke depannya.

“Biasanya kalau lagi sepi gini, apa yang dilakuin?” Bella bertanya. Beberapa kali dia menghitung pengeluaran dan mengurangi beberapa kebutuhan untuk bulan depan. Namun, tetap saja jumlahnya masih kurang.

“Biasanya, almarhum ambil sementara dari petshop. Tapi dibayar, kalau di bulan depannya ada lebih,” jawab Abas.

“Tapi kan harusnya nggak gitu. Biar gimanapun, petshop itu usaha sampingan Ibu, nggak bisa di campur sama kebutuhan shelter.”

Abas mengerti. Dia pernah beberapa kali melarang Bu Dina melakukannya, namun saat itu memang tidak ada pilihan lain selain mengambil sebagian stok yang ada di Petshop.

“Yang penting sekarang, kita bayar dulu aja gajinya Yana sama yang lainnya biar mereka makin semangat kerjanya. Sisanya kita cari solusi lain.”

“Oke.” Bella kemudian menghitung pendapatan yang mereka dapat dari para donatur. “By the way, shelter punya sosial media?”

“Punya. Biasanya Bu Dina atau saya yang pegang. Kenapa?”

“Pengaruh sosial media jaman sekarang kuat banget! Seenggaknya, kita bisa share tentang shelter dan ngundang banyak donatur yang mau donasi ke shelter.”

Abas kemudian mengambil kursi dan duduk di samping Bella. Dia hendak menunjukkan sosial media yang dimiliki shelter. “Nih, satu-satunya yang shelter punya. Folowersnya lumayan! Biasanya, Bu Dina yang rajin posting apapun yang ada di sini.”

Bella memeriksanya. Kebanyakan berisi tentang keseharian kegiatan di shelter dengan caption yang menjelaskan tentang kondisi kucing dan di akhiri dengan melampirkan nomor rekening untuk para donatur yang bersedia berdonasi untuk shelter. Lalu ada satu hal yang sejak awal menggelitik dirinya. “Kenapa dinamain Tanpa Tuan?”

“Ya, karena mereka emang nggak punya Tuan.”

Bella kemudian tersenyum geli. “Lo tau kan selama ini yang jadi tuannya itu mereka…” Bella menujuk Gembul sambil mengusapnya tubuhnya, “…bukan kita. Harusnya namanya, Tanpa Babu.”

Keduanya tertawa, membayangkan sifat anak-anak kaki empatnya ini memang lebih pantas disebut Tuan dibanding yang memelihara.

“Boleh, nggak sih ganti nama? Maksud gue, Yayasannya okelah Tanpa Tuan biar nggak usah ribet ganti rekening segala macam. Cuma, nama shelternya gitu biar lebih menarik aja.”

Abas tersenyum. “Boleh saja! Kan, sekarang Mbak yang punya wewenang shelter. Saya cuma bantu aja.”

“O, iya. Daritadi kita cuma ngitung gaji Yana sama yang lain. Gaji kamu, kok nggak dihitung?” tanya Bella. Matanya lekat menatap Abas, menaruh curiga.

“Bu Dina udah gaji saya, kok Mbak! Saya bisa di kuliahin sampai akhir udah cukup buat saya.”

Bella lalu mengambil buku kas yang berisi pengeluaran, kemudian mulai menghitung gaji untuk Abas. “Nggak gitu, dong! Lo juga kan kerja di sini. Malah lebih capek karena harus jemput kucing-kucing yang terlantar.”

Lihat selengkapnya