Keduanya mulai mengangkut barang-barang yang berserakan sambil memilah dan memeriksa beberapa barang yang masih layak untuk dijual. Baik Bella maupun Abas tak lagi canggung saling meminta tolong saat membersihkan dry food yang berceceran, mencari sumber bau busuk yang memenuhi ruangan, atau saat salah satunya merasa keberatan saat mengangkut karung dry food yang berat. Mereka juga sudah bisa lepas saat saling menggoda satu sama lain. Bella baru sadar dibalik tampangnya yang serius, dia cukup iseng dan menyebalkan saat menggodanya. Meski begitu, Bella tak keberatan dengan semua keisengan yang diberikan Abas padanya. Hal itu cukup membuatnya tertawa lepas dan melupakan rasa sakit hatinya pasca di berhentikan dari pekerjaannya.
Hampir satu jam lamanya mereka mengangkut berkarung-karung dry food, beberapa dus wet food, asesoris hewan, pasir halus, travel bag yang warnanya nyaris pudar, sampai cat condo yang mulai berdebu. Astrid datang sejak setengah jam yang lalu dengan beragam camilan pada paper bag yang dibawanya. Saat kaki kanannya menyentuh teras petshop, tanpa basa-basi Bella langsung menyuruh Astrid untuk mencatat barang-barang beserta expired date, kemudian memberinya tanda saat barang tersebut masih bisa dijual dengan harga rendah. Padahal, rencananya Astrid hanya ingin memberinya camilan saja tanpa berniat membantu pekerjaan keduanya. Tapi, apa boleh buat. Permintaan “Bos Bella” sulit untuk ditolaknya.
“Gimana? Masih banyak yang bisa kita jual, Trid?”
“Banyak! Lo tenang aja. Lagi gue ketik datanya.” Astrid masih fokus pada laptop dan data excel yang sedang dibuatnya.
Bella menghela napas lega. Syukurlah. Setidaknya masih ada harapan untuk membangun kembali shelter yang hampir bangkrut.
“Rencana mau lo gimanain nih petshop?”
Bella mengambil potongan pavlova, kemudian menyantapnya dengan senyum mengembang. “Mau gue dekor ulang, terus namanya gue ganti.”
“Biaya lagi, dong! Duit darimana?”
“Gue punya pesangon! Tenang. Lo nggak lupa kan gue di PHK.”
Astrid tersenyum simpul lantas mengikuti cara Bella, mengambil potongan cake dan melahapnya dengan senyuman. Tekstur pavlova yang kering di luar namun lembut di dalam membuat keduanya merasakan manis yang pas dari cream yang muncul dari dalamnya. “Terus abis ini gue ngapain?”
“Lo kan pernah jualan online, bisa nggak pasarin barang-barang ini di marketplace biar cepet laku?”
Astrid mengangguk paham. “Bisa. Tapi jasa gue nggak murah, ya!”
“Bayaran gue malah kemahalan.”
“Bayar apaan lo?”
“Si Ardi.”
Astrid nyaris tersedak saat mendengar jawaban Bella, sementara yang berbicara malah asyik menyantap potongan kue yang kedua.
“Sa ae lo remahan kue! Eh, lagian gue dapetin dia gratis, ya. Ardinya kok yang mau gue milikin.”
“Serah deh serah!”
“Eh, by the way sejak kapan lo senyaman itu sama Abas?” Astrid jelas memerhatikan keduanya sejak tadi. Sementara yang dituju malah pura-pura bego.
“Kasur kali nyaman.”
“Serius! Lo berdua asyik banget tadi. Gue sampai nggak ada celah buat masuk ke tengah-tengah kalian. Makanya, daritadi walaupun sebenarnya kerjaan gue udah selesai, gue pura-pura sibuk aja. Biar nggak gangguin kalian.”
Bella malah tertawa. “Enggak ada apa-apa!” Jelas sekali dia berbohong, padahal sejak tadi degup jantungnya sulit dikendalikan.
“Belum kali.”
“We never know!” ucapnya, mengangkat bahu.