Sesampainya di lokasi, para warga kembali berkumpul di tempat yang sudah di koordinasikan pada Abas. Mereka baru saja menghampiri pelaku, beramai-ramai meminta pertanggung jawaban atas apa yang sudah dilakukannya pada kucing-kucing yang sudah ditembaknya. Sayangnya, lelaki itu malah bergegas masuk ke dalam rumah dan mengunci pintu rumah, saat warga mulai bersikap anarkis. Beruntung, Pak RT yang saat itu sedang lewat berhasil meredam emosi warga, meski dirinya tetap bersikukuh tidak ingin ikut campur dengan masalah ini.
Salah satu warga segera menghampiri Abas kemudian menunjukkan beberapa foto dan video. Tak lupa, Abas juga menunjukkan sebuah peluru yang baru saja dikeluarkan dari tubuh kucing oleh Indra, sebagai bukti yang cukup kuat untuk dilampirkan saat membuat laporan. Bagus juga ada di sana setelah Abas menghubunginya untuk membantu dan mendampingi Abas kalau-kalau emosinya sulit dikendalikan. Bella juga, tapi kali ini dia lebih banyak diam dan lebih memerhatikan dan mempelajari hal-hal yang baru ditemuinya. Belum pernah terfikirkan dalam hidupnya, Bella akan berurusan dengan tindak kriminal dan kepolisian. Bahkan terlibat langsung dalam urusan pelaporan. Jantungnya sejak tadi berdegup, gugup. Tapi Bella masih ingin berada di antara mereka. Masih ingin melihat polisi menciduk pelaku yang sudah kejam pada makhluk kecil.
“Ayo, Mbak. Kita ke polsek.”
“Bas, apa laporan kita bisa ditindak?”
“Kita nggak akan pernah tahu kalau nggak mencoba. Seenggaknya, kita udah berusaha semampu yang kita bisa, untuk menghukum pelaku. Masalah hasilnya laporan kita diterima atau enggak, itu urusan nanti.”
Bella hanya mengangguk. Dia lantas menaiki motor bersama Abas sedangkan yang lain mengekor di belakangnya.
“Bas, ribet nggak sih bikin laporan?”
“Nggak, sih Mbak. Cuma paling intergosinya yang makan waktu. Tapi mudah-mudahan, sih nggak lama. Soalnya menurut saya bukti kita udah kuat banget!”
“Nanti di tanya-tanya gitu, kan?”
“Iya. Paling ditanya tentang detail kejadian aja, sih!”
Bella mengangguk paham. Dia tak lagi bertanya. Sepanjang perjalanan, Bella berusaha menenangkan diri dari resah yang sejak awal memutuskan untuk ikut terlibat dalam kasus ini, menderanya. Netrnya menatap langit biru yang mulai tertutupi mendung, merasakan semilir angin dingin yang berhembus membuatnya bertanya-tanya. Kenapa Tuhan menciptakan hewan-hewan itu jika pada akhirnya, hanya akan berakhir di tangan manusia yang kejam? Kenapa Tuhan membiarkan para kucing itu hidup di tempat yang tidak ramah untuk mereka? Jika tujuan manusia hidup untuk membantu menjaga ekosistem di bumi, kenapa harus ada manusia serakah yang malah seenaknya menghancurkan mereka? Kadang, Bella ingin menutup mata dari kejadian-kejadian buruk ini dan hidup tanpa beban seperti sebelumnya. Tapi, mengingat bagaimana sikapnya dulu pada hewan itu, membuatnya kembali berpikir. Siapa lagi yang akan menjaga, kalau bukan dimulai dari dirinya sendiri?
Abas menghentikan motornya tepat di parkiran polsek setempat. Wajahnya terlihat mulai menegang. Sejak diperjalanan, dia tak henti membuka ponsel dan membalas pesan dari seorang kenalan penyidik yang biasa menangani kasus shelter. Bella tak mampu berkutik mesti dalam hatinya dia sedikit takut, saat mengetahui fokus Abas mulai terpecah.
“Bas, gue tunggu di sini aja, ya. Kok, takut ya masuk ke dalam.”
“Serius, mau di sini?”
Bella mengangguk, lantas duduk kursi panjang luar kantor. Nyalinya mendadak ciut saat melihat suasana tegang di dalam ruangan. Sungguh! Dalam hatinya, dia tak pernah ingin berurusan dengan hal yang menurutunya ribet semacam ini.
“Lama, lho Mbak. Mau pulang aja? Saya suruh Bagus antar Mbak pulang, ya?”
“Jangan! Nggak apa-apa gue tunggu di sini aja. Gue nunggu sampai kalian selesai.”
Abas merasa tak enak hati pada Bella. Namun, Abas juga bingung harus berbuat apa karena bagaimanapun juga, saat ini dia harus fokus pada kasus yang sedang di tanganinya sampai akhir. Hingga akhirnya, meski merasa tidak enak hati, Abas membiarkan Bella duduk di luar menunggunya sesuai yang perempuan itu inginkan.
“Tapi, kalau Mbak mau pulang atau butuh sesuatu, jangan sungkan panggil saya, ya!”