PawsLova

Regina Mega P
Chapter #35

#35 Confident

Esoknya, Bella terbangun dengan wajah lusuh dan rambut yang semerawut. Semalaman dia tidak bisa tidur memikirkan bagaimana caranya shelter bisa mendapat banyak donatur tanpa memakai jasa desainer menyebalkan itu. Sementara ini petshop yang sedang dibangunnya, masih dalam tahap pembenahan dan custom papan nama baru belum selesai. Promosi media sosial juga tidak terlalu maksimal, juga laporan dari Astrid terkait penjualan di marketplace juga masih nihil. Apa lagi yang bisa dia dapat untuk bisa membiayai anak-anak kaki empat dan karyawan yang ada di sana. Otaknya terus berfikir semalam tanpa terasa matahari sudah nampak dan Bella melewatkan waktu tidurnya.

“Astaga! Gue kira setan.” Astrid terkejut melihat penampakan Bella pagi ini.

“Tutup dong tirainya! Silau.”

Astrid menyipratkan air es ke wajah Bella. Membuat gadis itu terperanjat saking dinginnya. “Kalau di tutup lo makin kayak setan! Mandi sana! Enggak ke shelter hari ini?”

“Enggak! Gue berhenti.”

Astrid nyaris saja tersedak saat mendengar jawaban Bella sambil menyesap teh manis hangat.

“KOK, BISA?”

Segelas teh manis diberikan Astrid untuk sahabatnya. Melihat kondisi Bella saat ini, dia sedikit khawatir. Padahal baru kemarin Astrid melihatnya bersemangat pergi ke shelter. “Tell me. Why?”

“Gue nggak di anggap di sana, Trid!” ujar Bella, lantas merebahkan tubuhnya di atas sofa.

Detail, please!”

“Jadi kemarin tuh ada si Manoj dan antek-anteknya datang buat donasi. Okelah! Shelter kebantu banget sama donasi dari mereka. Tapi, ternyata tujuan mereka lebih dari itu dan Abas nggak pernah sekalipun cerita sama gue, kalau ternyata sebelumnya mereka udah saling komunikasi untuk ngebahas kerjasama!” Bella kembali menggebu-gebu. Mengingatnya membuat hatinya semakin kesal.

“Salahnya?”

“Salahnya, mereka nggak konfirmasi sama gue dan mereka bawa desainer kampret yang udah ngancurin karir gue buat kerjasama sama shelter!”

“Jameela?”

“Siapa lagi? Dan Abas nggak pernah cerita apapun sama gue!”

“Lo pernah cerita sama Abas tentang masalah lo?”

“Nggaklah! Ngapain? Tapi harusnya dia tau, dong! Dia pernah nganter gue ke kantornya Manoj waktu itu.”

“Terus Abas bilang apa?” Astrid menghampiri Bella untuk bisa mendengarkan lebih jelas.

“Dia enggak pernah tau Manoj kerja dimana. Lo tau? Manoj itu donatur tetap shelter sekaligus teman dekat nyokap gue ternyata!”

“Wow!”

“Sempit banget dunia ini emang!”

“So, selain itu apa yang bikin lo enggak setuju dan enggak tidur semalam suntuk?”

Bella menghela napas. Terlalu banyak ketakutan yang dirasakannya selama ini. Memegang tanggung jawab pada pekerjaan yang tidak pernah dia lakukan sebelumnya, jelas bukan hal yang mudah. Bella tak pernah tau seperti apa idealnya mengelola sebuah shelter. Apa memang shelter hanya mengandalkan donasi untuk kebutuhan anak-anak kaki empat beserta karyawan yang bekerja di sana? Apa yang harus dia jual jika memang ada hal yang bisa dia jual untuk memenuhi kebutuhan shelter? Saat seperti ini, Bella sangat membutuhkan Ibu untuk memberinya pencerahan tentang masalahnya.

“Gue nggak paham, Trid. Gimana cara ngelola shelter? Gue takut, orang-orang yang punya perhatian khusus sama shelter tau dan mereka mikir gue mengkomersilkan anak-anak hanya untuk dapat donasi. Tapi, darimana lagi shelter dapat uang kalau bukan dari mereka?” Bella menutup matanya. Memikirkan segala andai yang bisa dia pikirkan meski tak akan pernah bisa terwujud. “Gue butuh Ibu, Trid. Gue nyesel banget nggak pernah tau kegiatan Ibu selama ini gimana.”

Astrid menghampiri lantas memeluknya, berusaha menenangkan pikirannya yang mulai kacau.

“Bahkan sampai detik ini, Ibu bahkan nggak pernah muncul di mimpi gue! Kayaknya Ibu masih marah banget sama gue, Trid. Ibu pasti kecewa banget sama gue. Dia juga pasti tau kalau gue nggak becus ngurus shelternya. Gue mesti gimana? Gue nggak bisa apa-apa tanpa Ibu!”

“Nggak gitu, Bel. Ini masih awal perjuangan. Gue yakin lo pasti bisa ngelewatin ini semua.”

Bella masih terisak ketika dia menyadari bahwa dirinya masih memiliki gaji terakhir dan pesangon dari perusahaannya terdahulu. “Gue lupa masih punya asuransi ketenagakerjaan yang bisa gue cairin! Gue bisa pakai uang itu buat bangun petshop. Astaga! Gue lupa ngurus-ngurus faklaring. Wait, gue telepon Mas Pram dulu!”

Astrid sedikit terkejut melihat perubahaan drastis dari sahabatnya. Belum sampai satu jam, bahkan belum sampai lima menit Bella menangis terisak merindukan Ibunya. Sekarang, dia kembali ke mode semangat meski penampilannya masih semrawut.

“Oke! Mas Pram bilang gue harus kesana buat tanda tangan sekalian ambil faklaring. Dia juga mau bantu gue buat urusin berkasnya. Masih ada waktu buat gue tunjukin ke si Abas, kalau kita bisa survive tanpa bantuan dari si Jameela!”

“Mau gue antar?”

Lihat selengkapnya