PawsLova

Regina Mega P
Chapter #37

#37 Bella's Kepper

Bella terbangun dari tidurnya, setelah Gembul menjilati sisa air mata di pipinya. Entah seperti apa rasa air mata Bella di lidahnya, hingga membuat kucing itu tak henti menjilatinya. Matanya terasa bengkak saat ini, wajahnya memanas dan tenggorokannya terasa kering. Selama menangis nyaris seharian ini, Bella di temani oleh sekumpulan kucing yang sedang berdiam diri di dalam. Beberapa kali, tubuh dan hidung mereka mengendus kaki, tangan dan tubuh Bella seolah ingin berusaha menenangkan. Dengan cara itu, emosi Bella berangsur tenang dan membuatnya perlahan mulai tertidur saking lelahnya.

Pukul delapan malam. Suara ketukan di pintu sudah mereda sejak sore. Digantikan dengan suara jangkrik yang berderik mulai menyemarakkan malam. Gembul masih berada di atas meja. Berbaring dengan kepala bersandar pada lengan Bella. Sedangkan tiga kucing lainnya, saling berlarian mengitari ruangan mengejar cicak dan serangga lainnya yang masuk melalui ventilasi. Membuat senyum di bibir Bella perlahan kembali mengembang melihat tingkah mereka berempat.

Pikirannya menerawang. Memikirkan bagaimana rasanya menjadi Ibu yang kesehariannya hanya mengurus kucing, baik di rumah maupun di shelter. Ibu pasti merasa kesepian karena kedua anaknya tak bisa sepenuhnya berada disisinya. Tapi saat bersama mereka, ada perasaan lain yang asing, yang mampu membuat hidupnya merasa tenang.

Itu yang dirasakan Bella saat ini.

Meski dirinya sendirian di ruangan yang kecil ini, tapi dia tetap merasa tenang bersama para pasukan kaki empat.

“Bel. Bella.”

Ketukan di pintu kembali terdengar. Kali ini, suara yang sudah tak asing di telinganya. Ardi? Bella lantas menghampiri pintu sambil membawa Gembul dalam dekapannya. Dia masih membutuhkan dengkur kucing itu yang mampu membuatnya tenang. Tebakannya Benar. Bella lantas tak segan memeluk Ardi yang saat ini ada di hadapannya.

“Kamu tidur dari tadi? Aku telepon nggak di angkat.”

Bella mengangguk, kemudian membawa Ardi masuk ke dalam ruangan. Sejauh mata memandang saat ini, semua orang sedang berada di shelter mengawasinya sejak tadi. Abas, Astrid, bahkan Indra ada di sana. Dan sekarang, dia tak menyangka Ardi juga ada disini mengawasinya. Namun, saat ini dia hanya membutuhkan Ardi untuk membantunya menjernihkan pikiran.

“Dari tadi kamu di temenin mereka? Asyik banget!” Ardi mengambil Olen, kucing buta yang sehari-hari memang selalu berada di dalam ruangan kerja Bella.

“Wih, si ganteng, nih! Hey, gemes banget, sih!”

Bella hanya tersenyum melihat sikap kakaknya, lalu kembali duduk di kursinya. Gembul masih dalam dekapannya. Dengkuran halus yang keluar dari tubuhnya membuatnya semakin tenang.

“Betah kamu di sini, Bel?”

Bella mengangkat bahu. Entah jawaban apa yang tepat untuk menggambarkan posisinya saat ini. Betah? Butuh? Atau malah terpaksa?

“Enggak apa-apa. Pelan-pelan aja. Kamu pasti bisa beradaptasi sama mereka.” Ardi masih mengusap Olen, lalu menatap wajah adiknya yang terlihat mengkhawatirkan. “Kamu kenapa lagi? Perasaan dapat laporan nangis mulu.”

“Punya calon istri merangkap spy, ya!”

Ardi tertawa. “Ya, gimana lagi.”

“Udah tau berarti kan masalahnya. Enggak perlu aku ceritain lagi.”

Ardi tersenyum, lantas mengambil Olen dalam pangkuannya. Sesekali dia mengelus lehernya, membuat kucing itu menggeliat dan malah berusaha menciumi tangan hingga menggosok tubuhnya pada Ardi.

 “Abas memang salah. Tapi dia juga butuh adaptasi dengan kehadiran kamu. Enggak semuanya harus dihadapi dengan emosi, Bel.”

“Yang aku sesalkan itu, kenapa harus sama mereka sih, Kak? Jujur aku masih sakit hati dengan perlakuan mereka ke aku, apalagi si mak lampir! Kalau aja bukan mereka, aku akan support, kok! Tapi… aku harus kerjasama sama orang yang udah nyakitin aku? Susah buat aku, Kak!”

“Aku paham, Bel. Terus sekarang menurut kamu kita harus gimana? Kalau kita tetap maju, yang rugi hanya kamu. Tapi kalau kita mundur kita semua kena imbasnya.”

Bella terdiam. Mau tidak mau, dirinya harus mengorbankan segalanya demi keberlangsungan shelter. Meski itu akan membuat harga dirinya terinjak-injak oleh mereka.

Ardi mendekati Bella, dia lantas memeluknya dari samping. Berusaha menenangkan hati dan pikirannya yang selalu tak selaras.

“Aku tau ini berat buat kamu. Tapi dengan cara ini kita bisa survive. Gembul tetap bisa sehat, olen tetap bisa makan, dan kucing-kucing terlantar lainnya bisa kita rawat.”

Bella menangis sekali lagi. Pasrah dengan keadaan yang menimpa dirinya. Dalam hatinya dia berharap pengorbanan ini tidak berakhir sia-sia.

“Fine! Mereka bisa lanjut. Tapi please, aku mau Kakak selalu ada disamping aku saat aku berhadapan sama mereka. Aku nggak tau harus gimana kalau nggak ada Kakak.” Bella membalas pelukannya. Sementara Ardi merasa bangga dengan segala perubahan adiknya.

“Pasti, dong! Kakak bakal terus ada disini sama kamu dan yang lainnya.”

“Serius? Kakak dipindah tugas?”

Ardi mengangguk. “Mulai lusa, Kakak kerja di kantor yang di Jakarta.”

“Ah, senang banget aku dengarnya! Thanks, ya Kak. Terbaik!”

Ardi melepas pelukannya ketika seseorang mulai mengetuk pintu kantor Bella. Suara Indra terdengar memanggil keduanya dari luar. Berharap menjadi bagian dari kabar baik yang mereka terima.

Lihat selengkapnya