Esoknya, Bella kembali disibukan dengan petshop. Sejauh ini, dua karyawannya bernama Risma dan Yugi masih aman ditempatkan seusai dengan keahliannya. Keduanya juga saling membantu saat ada barang yang harus diisi ulang di rak, atau saat salah satu dari mereka lupa merk yang ditanyakan oleh pembeli. Tapi Bella tetap harus hati-hati, jangan sampai kejadian yang menimpa ibu, kembali terjadi padanya. Dia sudah susah payah membangun petshop, jangan sampai dikotori oleh orang-orang yang tidak jujur.
“Saya tinggal ke shelter, ya! Kalau ada apa-apa telpon aja.”
“Baik, mbak.”
Lagi-lagi mereka menyebutnya ‘mbak’ seolah usianya sudah tergambar jelas diwajahnya yang tak lagi muda.
Siang ini, Bella berniat mengunjungi makam ibu bersama Abas. Tak lupa dia juga membawa bunga pemberian Indra untuk disematkan di atas pusara ibu. “Gue nggak sempat beli bunga. Ini aja, ini juga bagus.”
“Tapi itu, kan dikasih bang Indra.”
“Enggak apa-apa. Indra juga pasti paham! Lagian ini kan buat ibu. Biar ibu tau kalau perjuangan Indra jaga anak-anak juga sanga besar.”
Abas mengangguk setuju untuk yang satu itu.
Setelah selesai berdoa, seperti biasa Bella mulai mengungkapkan keluh kesahnya pada ibu.
“Bu, psikiater bilang aku mengidap PTSD gara-gara kejadian itu. Aku benar-benar trauma banget, bu sampai nggak bisa makan! Tapi aku senang, akhirnya orang yang selama ini berusaha menhancurkan aku mendapat ganjarannya. Itu juga karma dia karena sudah menyiksa hewan dengan cara yang gila! O, ya Bu. Kemarin waktu pembukaan petshop, alhamdulillah rame banget! Sampai harus isi ulang barang saking lakunya. Ardi juga lagi persiapan nikah bulan depan, Bu. Nanti aku suruh dia jengukin ibu sama ayah, ya! Dia pasti lupa saking sibuknya." Bella menyeka air matanya yang mulai mengalir.
"Bu, aku kangen banget sama ibu. Mampir ke mimpi, dong bu! Ceritakan kondisi ibu saat ini. Pasti lagi happy banget ketemu sama ayah dan papa! Kira-kira siapa yang nemenin ibu disana? Atau dua-duanya nemenin ibu?” Bella kemudian tertawa. “Jangan kemaruk, ya bu! Pilih salah satu aja. Siapapun yang ibu pilih aku pasti setuju!”
Abas yang ada didekatnya juga ikut tersenyum mendengar ucapan Bella yang kekanakan.
“Bu, doain aku selalu agar bisa memajukan shelter seperti keinginan ibu selama ini. Walaupun harus terseok-seok, jatuh bangun, aku rela banget dijadiin babu sama para kucing itu! Ibu benar, mereka adalah hewan paling lucu yang ada di dunia. Tuhan kayaknya lagi senyum pas ciptain mereka ya, Bu. Sampai mereka bisa selucu itu!”
Bella menghela napas. Hari sudah semakin siang. Matahari sedang gencar-gencarnya memancarkan sinar hari ini.
“Bu, aku pamit, ya! Salam untuk ayah dan papa disana. Salam juga buat nenek dan kakek. Aku tetap sayang kalian meski kalian udah nggak ada di dunia ini. Bye, Ibu! Nanti aku datang lagi sama si Ardi, ya! Bye, bye!”
Abas kemudian membantu Bella berjalan. Terlalu lama jongkok membuat kakinya sedikit keram. Saat sedang berjalan, tiba-tiba saja ponsel Abas berdering. Dari shelter.
“Iya, Man. Ada apa?”
“BANG CEPAT PULANG! SHELTER KEBARAKAN!!!”
Tanpa pikir panjang Abas langsung berlari menuju parkiran. Dia bahkan lupa kalau sejak tadi Bella bertopang pada tubuhnya karena kakinya masih terasa kebas.
“BAS, TUNGGUIN!”
Menyadari Bella tertinggal, Abas lantas berlari menghampiri dann membantunya jalan.