Ardi dan Astrid melangsungkan pernikahan di tengah hiruk pikuk aktivitas shelter yang kembali bangkit pasca kebakaran. Meskipun baru ditimpa musibah, keduanya tetap berkomitmen untuk melanjutkan rencana pernikahan mereka. Kedua pasangan itu sepakat menyelenggarakan pernikahan yang intim namun penuh makna dengan hanya melibatkan orang-orang terdekat. Bella sangat bersyukur karena keduanya berakhir bahagia di pelaminan, membuatnya tak lagi merasa sendiri karena kehadiran keduanya memberikan dampak yang baik bagi kehidupannya.
Saat penghulu mengucap kata “Sah” semua orang tanpa terkecuali merasa terharu. Meskipun tak ada orang tua yang mendampinginya, Ardi masih memiliki keluarga yang senantiasa mendampinginya saat ini, termasuk Bella. Satu-satunya keluarga yang tak akan pernah ditinggalkannya.
Setelahnya, Bella memeluk keduanya dengan erat. Ardi dan Astrid adalah orang kepercayaan yang selalu ada untuknya, memberikan keyakinan bahwa dirinya tidak akan pernah berjalan sendirian dalam menjalani kerasnya hidup ini.
“Bahagia terus, ya love birds!”
Ardi kini memeluknya lebih erat. “Jangan pernah merasa sendirian. Kita akan selalu ada buat kamu.”
Bella tersenyum. “Tapi jangan merasa terbebani, ya. Aku nggak mau jadi beban buat kalian.”
“It’s okay, adik ipar. Walaupun bukan jadi prioritas utama, tapi lo tetap jadi yang utama buat kita!” jelas Astrid.
Bella kembali memeluk keduanya dengan perasaan yang cukup lega.
Acara berlangsung cukup meriah meski hanya dihadiri keluarga dan kerabat terdekat. Termasuk karyawan dan beberapa donatur yang kenal dekat dengan Ardi. Indra dan Abas juga turut hadir dalam acara. Keduanya bahkan berpenampilan sangat rapi dengan jas dan pantofel yang dipakainya. Membuat Bella kagum keduanya.
“Baru kali ini, deh lihat kalian serapih ini!” ujar Bella menghampiri keduanya.
“Gimana? Gantengan siapa?” tanya Indra.
“Gantengan Ardilah! Kalian nggak ada apa-apanya!” ujar Bella mengejek. Sementara keduanya hanya tersenyum menimpali.
“Gimana kantor barunya, Bas? Betah?”
Setelah dinyatakan lulus magister bulan lalu, Abas mulai meninggalkan shelter untuk bekerja di kantor Ayahnya. Bella bahkan baru tahu kalau lelaki itu selama ini bukan mengejar sarjana, melainkan magister. Membuatnya terkejut saat melihat foto Abas mengenakan selempang kelulusan Magister Manajemen.
“Ya, gitulah! Biasa jadi orang lapangan tiba-tiba harus diam di dalam ruangan agak ya… kadang bosan juga.”
“Pelan-pelan nanti juga nyaman.”