Paycho Pathos

MR Afida
Chapter #3

Liana

Liana tercenung memandang bungkusan yang diberikan Pandu, satu persatu ia mengeluarkan isinya dengan tangan gemetar. Sebuah ikat pinggang, dua buah dompet, dan sebuah bandana yang berlumuran darah.

Gadis yang menggunakan kaca mata tebal itu tertawa frustrasi, kenapa polisi tidak memeriksa bandana yang berlumuran darah dan tidak memeriksa ikat pinggang yang banyak menggoreskan luka lebam di tubuhnya. kenapa polisi hanya melihat orang tuanya sebagai korban pembunuhan. Orang tuanya bukan korban, Liana, adalah korban yang sesungguhnya. 

Liana masih ingat, bagaimana awal ikat pinggang yang ia pegang memberikan tanda pada seluruh tubuh mungilnya, bagaimana bandana yang tergelatak penuh darah itu mengunci raungan memohon ampun Liana, yang tidak dihiraukan oleh kedua orang tuanya yang sangat kejam.

Hari minggu yang cerah, setelah mengerjakan tugas kuliah di rumah Mahia sahabatnya, Liana bertemu dengan Aqsad dan Janna, kedua temannya mengajak gadis bertubuh mungil itu untuk ikut dengan mereka menikmati makan siang di sebuah cafe. Selama ini Liana dikenal sebagai gadis pemurung oleh teman-temannya, tidak pernah mau bergabung jika diajak berkumpul bersama.

Melihat Aqsad, pemuda pindahan dari kota sebelah, membuat Liana yang merasakan getar-getar di hati, enggan menolak ajakan Janna. Mereka bertiga berjalan seiring menuju cafe yang tidak jauh dari tempat kos Mahia, di mana mereka bertemu tadi.

Belum sepertiga jalan, Ahkam yang kebetulan melintas, melihat Liana dan mengajak putrinya untuk pulang ke rumah, meski enggan tetapi 

Liana adalah anak yang terkenal penurut, tidak pernah membantah sekali pun ia tidak menyukainya. Dengan berat hati gadis itu mengikuti perintah Ahkam untuk masuk ke mobil, ayah Liana memberikan senyum yang teramat manis pada kedua sahabat putrinya, sebelum berlalu melajukan mobil menuju ke rumah mereka.

“Kau perempuan licik, pintar sekali berbohong! Apa kau sudah merasa cukup dewasa untuk menjadi jalang murahan?” umpat ayah Liana.

Begitu berbeda perlakuan ayah Liana ketika mereka hanya berdua di dalam mobil. Sepanjang perjalanan Ahkam mengeluarkan caci maki dan hinaan kepada putrinya yang hanya diam tanpa berani membantah.

“Sejak kapan kau mulai berani menjadi pembohong seperti seorang pelacur hina? Aku membiayakan sekolahmu untuk menjadi manusia berbudi dan pintar tidak untuk menjadi perempuan sundal mencari laki-laki di pinggir jalan!”

Tiada ampun untuk Liana, begitu mereka tiba, Ahkam langsung menarik putrinya masuk ke dalam rumah, menyeret gadis bertubuh mungil itu ke dalam sebuah gudang yang dirancang kedap suara. 

Namla yang baru saja turun dari lantai atas bertanya pada Ahkam kenapa memperlakukan Liana seperti itu, apa kesalahan yang telah putri mereka lakukan. Sementara Liana hanya mampu menangis ketakutan tanpa suara, sudah terbayang seperti apa siksaan yang akan ia terima.

“Kau lihat putrimu, liar seperti perempuan sundal yang mencari laki-laki.” Geram Ahkam.

Lihat selengkapnya