PCPK Faquella Girls 2

Noura Publishing
Chapter #2

Semuanya Berkumpul!

“Faneeel!”

“Hai, Kembar!”

Selamat datang kembali di SUKIBS (Special United Kingdom International Boarding School)! Bersama Faquella! FAnel, QUEen, dan aqiLLA! Oya, ini adalah semester terakhir mereka di SUKIBS, lho! Fanel, alias Agatha Fanel Franesya adalah gadis periang. Dia agak tomboi, rambutnya pendek sebahu, dan berwarna cokelat tua. Fanel suka dipanggil El dan merupakan ketua grup musik di SUKIBS, lho!

Carla Queen Terry atau si Queen, sangat cantik dan feminim. Rambutnya keemasan panjang sepunggung. Enggak hanya itu, lho! Sudah dua tahun, sejak kelas tujuh, Queen selalu meraih juara umum. Wow! Queen adalah ketua di beberapa klub pelajaran. Dia juga pernah menjabat sebagai seksi perpustakaan sekolah. Keren, kan?

Yang terakhir, kembaran Queen, Calista Aqilla Terry, alias Aqilla! Tapi, sekarang oleh beberapa anak, Aqilla akrab disapa ’QILLA’. Rambutnya cokelat tua sepunggung. Aqilla jago banget dibidang olahraga. Semester lalu, Aqilla menjabat sebagai ketua olahraga.

“Sekarang, kita akan berada di kamar baru!” ujar Queen. “Coba lihat! Aku bawa daftar kamar. Tadi Miss Aqua memberikannya padaku.” Queen menyerahkan secarik kertas pada Aqilla dan Fanel.

Wah, Kita di kamar 25, kamar yang paling nyaman!” seru Fanel girang. “Satu kamar lima orang. Aku, Aqilla, Queen, Viona Oakes, oh! Viona? Wah, aku akan minta diajari menyulam! Dan siapa ini? Jilliana George?”

“Anak baru.” Aqilla menarik kopernya. “Kudengar dia dari Princess School dan dapat beasiswa di sini. Ayo, aku sudah enggak sabar ingin melihat kamar kita.”

“Oke.” Fanel nyengir kuda. “Hei, sadarkah kalian? Ini semester terakhir kita! Coba ingat berapa umur kita? Lima belas! Wah, aku tambah tua, coba lihat rambutku ada ubannya enggak?” Kedua sahabatnya tersenyum gembira. Senangnya kembali ke SUKIBS!

Kamar 25 disebut sebagai kamar terbaik karena kasurnya sangat empuk. Di kamar itu ada jendela besar yang menghadap ke kolam renang. Di sana juga tersedia alat untuk menyeduh cokelat panas, radio kecil berwarna merah, dan rak buku kecil. Satu lagi, kamar 25 memiliki kamar mandi yang dilengkapi bath tub. Berbeda dengan kamar-kamar lainnya yang hanya dilengkapi shower.

“Halo, Viona!” sapa Fanel pada Viona yang sedang menata barang di kamar itu.

“Halo Teman-Teman! Coba tebak! Kereta datang cepat sekali. Lebih cepat dari biasanya! Jadi, aku sudah menata kamar. Anyway, pasti kalian naik mobil kan, Faquella? Kalian di sini tempat tidurnya. Di sebelahku, tempat tidur Emily. Yang di pojok, kata Miss Aqua untuk si Jilliana.” Cerocos Viona tanpa jeda.

“Terima kasih, Viona,” ujar Queen sopan. “Oya, kamu tahu Jilliana datang dari mana?”

“Dari Princess School,” jelas Viona.

Dengan senang hati kemudian Viona menjelaskan asal-usul Jilliana si murid baru. Berdasarkan cerita yang didapatnya dari Miss Aqua, diketahui bahwa sekolah Princess School mengirimkan dua orang ke SUKIBS. Salah satunya adalah Jilliana. Kedua gadis yang dikirim ke SUKIBS merupakan anakanak pilihan. Jilliana sendiri memegang peringkat kedua di sana. Dan murid baru yang satunya lagi merupakan peringkat pertama. Tidak banyak yang diketahui Viona tentang gadis itu, kecuali kalau ia bernama keluarga Thomps.

“Oya, kalian sudah dengar? Ada pengawas baru. Namanya Miss Jenkins, baru datang dua minggu lagi. Dan Miss Kennedy, ibu asrama lama kita yang semester lalu sakit, kini sudah kembali!”

Queen dan Aqilla berseru kegirangan mendengar berita itu. Mereka semakin bersemangat menyambut semester terakhir di SUKIBS. Apalagi mereka masih tetap sekelas dengan teman-teman lama.

“Hei, kelas kita tetap seperti dulu, kan? Tidak sekelas dengan anak laki-laki, kan? Mungkinkah kita bersama orang-orang pengganggu saat outing?” tanya Fanel.

“Tentu saja tidak!” sahut Queen. “Tidak mungkin Mrs. Louis memasukkan anak laki-laki di asrama yang sama dengan kita! Begitu pula kelasnya. Mereka punya gedung sendiri. Tidak. Itu tidak boleh!” ujar Queen berapi-api.

Semua orang di ruangan bernapas lega mendengar penjelasan Queen. Percakapan pun terus bergulir di tengah kesibukan membereskan perlengkapan masing-masing. Semuanya terlihat bersemangat menata perlengkapan ke tempat yang sudah disediakan. Tidak terasa setengah jam berlalu sudah. Dari kejauhan Aqilla mendengar suara deru mobil yang datang silih berganti. Tampaknya asrama sudah mulai dipenuhi murid-murid. Aqilla pun segera bergegas merapikan perlengkapannya dan beranjak ke luar kamar.

“Aku akan mencari Vivi–-si bandel Vivian itu! Katanya dia membawa adiknya Ellyane. Pasti seru!” ujarAqilla.

“Ya, suara mobil sudah ramai sekali,” kata Fanel. “Ayo Queen, Viona! Kita ke depan, yuk. Aku harus memberikan surat pengantar orangtuaku dan surat kesehatan serta uang saku. Aku bawa satu pound. Bagaimana dengan kalian?”

“Sama.” Queen menarik roknya. “Ayo, Viona!”

“Tidak, terima kasih!” Viona mendongak dan tersenyum. “Aku sudah memberikan semuanya tadi. Kalian pergi saja bertiga. Aku belum selesai membereskan barang-barangku.”

“Baiklah, kami pergi dulu ya, Viona!”

Di depan terlihat Miss Aqua dan Ibu Kennedy (ibu asrama yang sakit semester lalu) sedang sibuk dikerumuni anak-anak.

“Halo, Miss Franesya, Miss Terry!” ujar Miss Kennedy kepada ketiga muridnya itu. “Nah, bagus. Surat dan uang sudah lengkap semuanya. Emily, tolong antar Marylin Thomps ke kamarmu. Mulai sekarang ia jadi teman sekamarmu, yah. Aqilla, Fanel, Queen, ini Jilliana George, anak baru dan sekamar dengan kalian. Tolong ajak Jilliana membereskan perlengkapannya,” perintah Miss Kennedy.

“Siap, Miss! Halo, aku Aqilla. Ini kembaranku, Queen. Ini Fanel. Selamat datang di SUKIBS!”

“Halo juga. Panggil saja aku Jilly.”

“Halo, Jill, kamu sungguh beruntung bisa sekamar dengan kami! Mulai sekarang sampai semester ini selesai kita akan berada di kamar 25, kamar paling nyaman di SUKIBS.” Fanel membuka mulut.

“Benarkah? Wah, beruntungnya diriku,” seru Jilly sambil tersenyum lebar.

Aqilla pun tanpa sungkan memberi tahu kelompoknya yang sudah terkenal seantero SUKIBS, yakni Faquella. Nama itu merupakan singkatan FAnel, QUEen, aqiLLA. Jilly tersenyum senang mendapati teman-teman barunya menerima dirinya dengan tangan terbuka.

Lihat selengkapnya