Namanya Langka Milangkori, biasa dipanggil Langka. Nama yang aneh, ya? Seaneh orangnya. Dia teman sekelasku waktu duduk di kelas IV A. Anaknya tinggi kurus. Kulitnya cokelat muda. Rambut jabriknya selalu dilumuri foam. Senyum jailnya selalu menghiasi wajahnya. Bola matanya berwarna cokelat kehitam-hitaman. Dia terkenal usil, nakal, bandel, dan suka bikin gaduh di kelas. Dia tidak pernah bisa diam. Selalu ada saja ulahnya. Hiiih… pokoknya nyebelin, deh! Sampai-sampai teman-teman menjulukinya “Mister Trouble Maker”.
Ulah pertamanya di kelas empat, adalah ketika dia menjaili teman sebangkuku, Sauha. Saat itu kelas sedang istirahat. Sauha sedang membaca buku di meja perpustakaan. Aku sedang memilih-milih buku yang tertata rapi di rak-rak yang terbuat dari kayu. Tak berapa lama, Langka muncul dan berjalan aneh mendekati meja yang sedang dipakai Sauha untuk membaca. Tanpa ba bi bu, Langka langsung menggoyang-goyangkan meja itu dan menjatuhkan buku yang sedang dibaca Sauha.
“Kamu tuh udah gila, ya? Masak meja gede kaya gini digoyang-goyangin? Lihat tuh, bukuku jatuh!” bentak Sauha marah kepada Langka. Tapi Langka tak menghiraukannya. Langka malah tertawa jail seraya pergi menghilang begitu saja.
Sauha memungut bukunya sambil bersungut- sungut. Kelihatannya dia sangat marah kepada Langka.
“Untung saja penjaga perpustakaan sedang keluar. Jadi gaduh atau tidaknya perpustakaan penjaga perpustakaan nggak akan tahu,” bisikku di telinga Sauha saat aku mendekatinya.
“Untung sih untung, tapi aku masih sebel sama Langka. Kalau dia jadi adikku, sudah kucukur rambutnya sampai gundul. Huh!” teriak Sauha keras-keras.
“Sssttt…,” bisik semua orang di perpustakaan, termasuk aku. Suasana perpustakaan memang harus selalu tenang. Berbicara saja tidak diperbolehkan, apalagi berteriak keras-keras.
Sauha memasang wajah malu. Pipinya hampir memerah. Kacamatanya yang turun, dinaikkan sedikit. Kemudian ia melanjutkan membaca bukunya yang baru setengah ia baca.
Kejadian lainnya adalah saat sedang istirahat makan siang. Aku, Sauha, dan Yumna baru saja mengambil jatah katering makan siang. Saat kami mulai memakannya, Langka tiba-tiba saja datang dengan senyuman jailnya.
“Eh, jatah makan siangmu untukku saja, ya?!” kata Langka kepada Yumna.
“Jangan, Na! Jangan mau!” sergahku seraya melotot ke arah Langka.
“Heh! Kamu! Mau jatahmu kuambil juga?!” bentak Langka. Ia langsung saja mengambil sendok dan garpu milikku. Aku berusaha merebutnya kembali, tapi Langka langsung pergi dengan membawa sendok dan garpuku.
“Na, untung jatahmu enggak jadi diambil Langka,” kata Sauha.
“Jatahku memang enggak jadi diambil Langka, tapi…,” Yumna tak melanjutkan kata-katanya.
“Tapi kenapa?” kejar Sauha.
“Kalau sendok dan garpu Tikha diambil, dia mau makan pakai apa? Masak pakai jari tangannya, sih?” kata Yumna menjelaskan.
“Apa benar, itu?” tanya Sauha lagi.
“I… iya,” jawabku.
“Ayo!” teriak Yumna sambil berdiri.
“Ayo ke mana? Ke rumah?” tanyaku.
“Ayo, kejar dia!” Yumna mulai berlari.
“Yuk!” kataku dan Sauha serempak.
Kami pun berlari mencari keberadaan Langka. Ternyata, Langka berada di depan pintu kelas. Dia sedang bermain perang-perangan dengan menggunakan sendok dan garpu milikku. Dia tidak menyadari kami ada di belakangnya.
“Ayo kembalikan!” teriakku dengan volume suara paling keras.
Langka melihat ke belakang. Begitu tahu kami ada di belakangnya, ia langsung berlari masuk ke dalam kelas. Kami pun mengejarnya.
“Hei! Jangan kabur kamu!” teriak Yumna.
Langka hanya tertawa jail sambil berlari mengitari meja dan kursi dan membuatnya berantakan. Sementara Yumna mengejar dari belakang, Sauha berusaha mencegat Langka dari depan. Namun, Langka malah meloncat ke atas meja. Saat aku akan menangkapnya, ia melompat ke meja yang lain. Begitulah dia. Saat ada seseorang yang akan menangkapnya, ia melompat dari satu meja ke meja yang lain.
“Eh, turun! Nanti kubilangin Bu May, lho!” kataku jengkel. Bu May adalah wali kelas kami. Beliau sangat tegas dan sangat ditakuti oleh muridmurid. Langka pernah kena hukuman jewer karena membuat gaduh di kelas. Ia juga disuruh berdiri di depan kelas sampai pelajaran berakhir.
“Dasar, tukang ngadu!” olok Langka.
“Daripada kamu! Tukang buat masalah!” balas Yumna membelaku.