Aku keluar dari mobil dengan air muka yang aneh. Berjalan cukup terburu-buru ke kamarku, kamar lama ku. Mama yang menyadari kepulanganku menyapa, namun aku mendiamkannya. Hujan masih turun dengan derasnya di luar, sederas malam itu, malam kecelakaan itu.
Aku membanting pintu dan menguncinya, merogoh-rogoh setiap buku di rak, membuka setiap kotak yang ada, membongkar isi lemari ku, mencari apapun yang dapat menunjukkan padaku tentang apa yang terjadi malam itu. Buku diary, aku tak memilikinya. Buku ku hanya penuh dengan tulisan-tulisan acak ketika belajar. Gaung putih, sepatu balet putih, jepitan bunga, gelang merah delima, anting emas yang ku pakai malam itu. Aku mencarinya.
Payung hitam, bunga lily putih, setelah jam hitam, bahkan bus itu sendiri jika memungkin kan akan ku temukan. Aku ingin membuktikan bahwa apa yang ku ingat bukanlah sebuah kesalahan lagi. Apa yang sebenarnya terjadi?
Tak ada, tak ada satupun jejak yang berhubungan dengan malam itu. Namun di dalam sebuah kotak yang sudah berdebu yang ku temukan di bawah ranjang, terdapat banyak foto bahkan buku diary. Foto-foto saat awal masuk SMA, foto bersama Rafael. Pria pucat yang koma itu benar Rafael. jadi selama ini aku membayangkan wajah yang asing ketika mengingatnya, aku bahkan tidak tahu bagaimana wajah aslinya.
Rambut hitam lurus menutupi mata sipitnya saat ia memdapati aku di depannya, tubuhnya tinggi menjulang, sejak kecil bahkan dia sudah lebih tinggi dariku, tubuhnya tegap, dia bukan lah seorang pianis, sejak dulu dia adalah perenang, aku tidak pernah berenang sendirian di kolam, selalu ditemani olehnya, dia jarang masuk sekolah bukan karena suka bolos, dia punya jadwal pertandingan yang lebih padat dariku. Rafael dia bukan lah orang paling menyebalkan di dunia, setiap tingkah menyebalkan dan tindakan yang dapat menyakitiku, justru itu karena dia berusaha melindungiku.
Semua ingatanku salah tentangnya, sosoknya, sikapnya, tingkah lakunya. Ternyata, aku hanya mengada-ada. aku mengada-ada tentang sosoknya yang berusaha keras ku lupakan. Semua jawaban itu ku dapat setelah membaca diary lama ku, yang bagai kunci jawaban dari ujian yang ku lalui sebelumnya. Aku tetap tidak ingat, hanya saja setidaknya aku seolah dapat membanyangkan sosoknya yang sebenarnya dari buku diri.
Aku pun mendapati sobekan koran berisi berita kecelakaan ku dua tahun lalu. Hanya tampak beberapa kata yang berupa bagian judul, isi dari korannya sedikit dapat ku baca.
Kecelakaan Maut Bus Tergelincir Hantam Seorang Remaja Dalam Pengaruh
Sabtu, 17 oktober
Pada sabtu malam sekitar pukul seorang penjaga gedung melaporkan
menewaskan banyak penumpang bus akibat ban bocor yang tergelincir
hujan lebat malam itu. Kecelakaan ini setidaknya menewaskan lima orang
penumpang lain luka serius. Bukan hanya itu polisi melaporkan saat
menghantam seorang remaja yang sedang melintas di jalan itu pada,
remaja di bawah umur ini tengah dalam pengaruh narkoba. Polisi menuturkan
remaja lainnya yang menjadi korban dalam kecelakaan ini hampir tewas di
remaja ini masih dapat tertolong dan di bawa ke rumah sakit terdekat.
Apa maksudnya? Dalam pengaruh narkoba? Aku menarik meja belajarku, menghidupkan komputer dan membrowsing segala hal mengenai kecelakaan itu. Dan aku tak menyangka ternyata seburuk itu keadaannya.
***
Akan ku pastikan ingatanku kali ini tidak salah.
“Maaf Daffa aku gak bisa lagi sama kamu!”
“Maksud kamu Ly?”