“Ini pulpen kamu aku balikin!” ujar Daffa sambil memberikan pulpenku.
“Gak usah, pakai aja. Lagi pula itu pulpen kelima yang kamu pinjam! Kayaknya aku harus punya stok pulpen khusus buat kamu!”
“Seriusan? Jadi terharu....” goda Daffa.
“Itu tadi sindiran tahu gak! Apa kamu ngisap tinta pulpen? Gimana bisa tinta habis setiap dua hari sekali?” omelku.
“Itu kan karena pulpennya aku bawa ke rumah!” Daffa membela diri.
“Iya iya... salah aku karena gak minta kamu balikin pulpennya sampai dibawa pulang!” Aku menyerah.
Daffa tersenyum melihatku yang terus mendengus, memperlihatkan kembali gigi grahamnya.
“Tapi tetap aja, makasih ya! Aku gak bakal minjam ke kamu lagi besok!”
“Kemarin kamu juga bilang begitu!” celetukku.
“Oh ya? Kok aku gak ingat?”
“Hah.... Kamu kebanyakan baca buku, ingatan kamu berkurang! Dan juga jangan kebanyakan nulis! Kalau kamu kena tremor gimana?”
Daffa tersenyum lagi. “Gak apa-apa kok, masih normal! Ini liat gak kenapa-napa kok!” Daffa memperlihatkan tangannya yang sedang melipat-lipat dasinya.
“Salah salah... bukan gitu cara masangnya! Lipat ke depan dulu! Gimana sih masang dasi aja masih gak bisa!”
“Pasangin dong!”
Aku mencoba memasangkan dasinya. “Kamu sadar gak sih, kalau permintaan kamu itu salah?”
“Maksud kamu apa?”
“Kamu pikir siapa di kelas ini yang belum pernah masangin kamu dasi?”
“Cowok-cowok?”
“Betul! Karena itu kamu terkenal sebagai cowok genit di kelas!”
“Siapa yang bilang?”
“Cowok-cowoknya lah! Kamu jangan cuma mentingin pelajaran di kelas, masang dasi juga perlu belajar! Anak-anak cewek gak ada yang protes, itu karena mereka seneng dekat kamu! Harusnya kamu minta diajarin bukannya dipakein!”
“Ya.... gak apa-apa dong kalau mereka seneng!”
Aku mengencangkan dasi Daffa, membuatnya sedikit tercekik.
“Akh.... lepasin lepasin! Aku gak bisa nafas!”
“Haah...? Maaf maaf maaf maaf.... Kamu gak apa-apa?”
Daffa melepaskan dasinya lalu terbatuk-batuk. “Kamu mau bunuh aku ya?”
“Enggak kok! Lagian kamu gak dengarin kata-kata aku sih! Sini aku pasangin lagi.”
“Gak gak gak perlu!”
“Gak bakal lagi kok! Sini!” Aku kembali memasangkan dasi Daffa.
“Makasih ya....” ucap Daffa.
“Buat apa?”
“Makasih udah masangin dasiku!”
Aku menyengir. “Hari ini kamu bilang makasih sama aku, besok siapa lagi? Kak Syifa?” sindirku.
“Kok kak Syifa sih?”
“Bukannya kalian dekat?”
“Yah bisa dibilang begitu....”
Aku kembali mengencangkan dasi Daffa.
“Ly... Lily! Kekencangan!”
“Oh iya maaf!” Aku melepaskan tanganku dari dasinya.
Bel masuk kelas berdering, guru ppkn lantas masuk dan mengabsen.
“Ranti Karina?”
“Hadir buk!” balas ketua kelas kami.
“Rafael Alder Livin?”
Tidak ada yang menjawab.
“Rafael Alder Livin?” panggil buk guru lagi.