Ckrek... ckrek....
“Panas gila nih siang.” Rafael yang kepanasan mendadak rewel.
Dia memejamkan matanya, keringat dari dahi mengalir ke leher, sedangkan kepalanya disenderkan di kursi. Kalau saja cuaca tidak sepanas ini, Daffa yang kelelahan setelah olahraga pasti akan langsung tertidur.
“Pengap bangetdah gak ada angin lewar.” Rafael kembali berceloteh, kali ini dia mulai menggeser-geser meja-meja tak berpenghuni lantas menyusunnya menjadi sebuah menara. Entah apa yang ingin dia lakukan. Tingkahnya makin hari makin aneh saja.
Ckrek... slurp....
Dengan masih mengenakan pakaian olahraga aku duduk santai di bangku guru, menekan-nekan layar ponselku sesekali serta sesekali menyesap pipit minumanku. Potret Daffa terlihat lebih bagus diambil dari angle ini.
Slurp....
“Woi Shidqi! Shidqi sini! Tolongin temen lu nih, pengen dapet pahala gak?” Rafael bersua lagi. Aku meringis melihatnya, Rafael merusak suasana hatiku yang mulai membaikketika menatap Daffa dari layar ponsel, setelah sebelumnya sedih tak jadi ikut bermain voli karena pergelangan tanganku cedera.
“Ngapain sih?” Shidqi mendekat senang sekali berurusan dengan bocah Livin itu.
“Pegangin mejanya entar gua jatuh lagi.”
“Gini?” Shidqi mengikuti intruksi.
“Iya iya tahan tahan....” Si biang ribut itu mulai histeris. Meja tiga tingkat yang dinaikinya bergoyang-goyang meski tersandar pada dinding dengan Si polos Shidqi yang berusaha memeganginya.
Rafael mulai dramatis, dia berdiri tegas setelah merasa cukup dengan keseimbangan meja tiga susun itu. Menapakkan telapak tangan kanannya di samping AC, dagunya yang sedari tadi mengarah ke lantai diangkat cepat, da memejamkan matanya menikmati dinginnya AC. Dan aku hanya menggeleng menyaksikannya. Siapa yang peduli dengan tingkah nyeleneh Rafael. Momen di hadapanku harus diabadikan.
Ckrek... ckrek... ckrek....
Matanya perlahan terbuka, aku menyembunyikan ponselku di bawah meja, Daffa menoleh pad Rafael. Daffa pasti bangun karena sadar ruang kelas semakin panas karena Rafael yang mengalangi AC-nya.
Send!
Aku telah memilih foto terbaik, meski jumlahnya banyak tetap saja foto yang pertama kali kuambil terlihat lebih bagus.
“Masih lama gak?” Shidqi bersua lagi, pertanda bahwa tangnnya sudah terasa pegal.
“Masih lama, nih AC kenapa sih? Rusak ya?” Rafael memukul AC itu sekali dan kemudian berkali-kali.
Dengan wajah datar aku menatap Rafael, AC-nya akan segera rusak jika setiap hari berurusan denganmu Raf!
“Udah ah, capek gua!” Shidqi menjauh dair Rafael.
“Eh eh....” menjaga agar tubuhnya tidak jatuh mengikuti meja tiga tingkat yang tidak seimbang itu, Rafael bergegas menempeli dinding seperti cicak yang ada di sebelahnya. Syukurlah, tuhan mempertemukan ia dengan sepupunya yang hilang ditelah badai kembali. Mulutku menganga melihatnya, tak bisa berkata-kata hanya mengerjapkan mata beberapa kali.
“Gosip baru gosip baru gosip baru....” Aci nyelonong masuk kelas.
Aku sontak bersembunyi di bawah meja. Dea pun sama langusng bersembunyi di balik pintu sesaat sebelumnya sibuk bermain game di ponselnya.
“Loh kok mereka gak di kelas? Raf kamu liat Lily sama Dea gak?”
“Gak tau gua, tiba-tiba ngilang aja mereka.”
“Oh.... Kamu ngapain? Nempel?”
“Oh ya pas banget, bantu pergangin mejanya Ci gua mau turun.”
“Gak ah, mau cari Lily sama Dea.” Aci menyelonong keluar dari kelas.
“Eh Ci... Ci... Ci!”
Aku mengintip sedikit, benar Aci sudah pergi. Dea sendiri bahkan sudah duduk lagi di atas mejanya fokus bermain game. Aku tersentak kaget menyadari Daffa yang berdiri di sampingku sedari tadi, memandang ponselku yang tergeletak dia atas meja. Dengan cepat aku menyambar ponselku, namun kalah cepat Daffa lebih dahulu menggapainya.