Banyak yang berubah dalam beberapa waktu terakhir. Aku yang terbilang tidak peduli soal pertemanan ini, sekarang punya dua orang sahabat karib, sahabat berhargaku. Meski Aci yang manja dan Dea yang suka usil ini senang berselisih, tapi aku selalu menjadi penghubung antara mereka berdua. Karena apa bila tidak, aku rasa mereka bisa saja menjadi musuh bebuyutan. Tapi satu hal yang kusadari kami saling menyayangi sekarang dan kuharap untuk seterusnya begitu.
Hidupku juga jauh lebih baik, tidak ada siamang penganggu piaraanku itu. Yang ada hanya Rafael temanku yang senang membantu dan perhatian. Lihat saja sekarang, dia yang sedang bertanding voli tapi justru aku yang duduk menonton disodorkan minuman olehnya.
“Ini aku beli lebih tadi pas di kantin.” Rafael berujar dan menyodorkan botol air mineral padaku.
“Kamu masih ngos-ngosan begitu, duduk dulu!” pintaku sambil meraih botol di tangannya.
Rafael duduk di sampingku. “Capek!” keluhnya, kemudia meminum air di botolnya.
“Kalau capek kenapa gak minta aku beliin minuman di kantin? Ini malah sendirirnya lari ke kantin beli minuman.”
“Gak apa-apa aku senang kok ngelakuinnya, bersikap baik sama kamu jauh menyenangkan dibanding jahilin kamu.”
Aku tersenyum pada Rafael.
“Apa lagi ngeliat senyum kamu itu.”
“Apaan sih Raf?”
“Haaah.... Kamu imut banget waktu marah, cantik kalau senyum, tapi jelek parah waktu nangis!”
“Minta ditabok?”
“Hahahaha.... Coba aja kalau bisa!” Rafael menjauhkan diri dariku.
“Oh yaa ke sini kamu, biar aku kasih pukulan yang setara dengan pukulan maut Aci.” Aku bangkit merespon Rafael.
“Masa?” dia berlari menghindariku.
“Iih dasar!”
KYAA....
Seseorang berteriak, aku yang hendak mengejar Rafael pun mengurungkan niatku. Aku menoleh ke bangku penontong tempat asal suara. Cewek-cewek dari kelasku masing-masing memeriksa ponsel mereka. Aku pun langsung ikut memeriksa ponselku, melihat pesan baru dari group chat daffodils.
Aku memeriksa pesan baru itu. Sebuah foto terpampang di sana, sosok tampan Daffa yang sedang mengusap rambut basahnya berhasil ditangkap dengan baik. Ini foto yang sangat bagus. Aku tersenyum candu melihatnya. Berbagai chat baru pun bermasukan, tapi aku tak tertarik berbincang lebih soal foto itu. Aku mengusap layar ponsel ke bawah, aku lebih tertarik memperhatikan foto yang kemarin dikirim. Daffa terlihat bersama seorang gadis di sana, tapi aku tidak bisa melihat dengan baik siapa gadis di foto itu, sedangkan yang mengirim juga tidak isa mengonfirmasikan tentang siapa yang bersama Daffa di foto itu.
Beberapa waktu terakhir, ada beberapa anggota daffodils yang dikeluarkan karena ketahuan berpacaran dengan Daffa. Bukan karena apa, memang begitulah peraturan klub ini—anggotanya haruslah orang yang tidak dan tidak pernah memiliki hubungan lebih dengan Daffa. Hubungan Daffa dan Shifa yang lalu hanya bertahan kurang dari sebulan. Dan sekarang Daffa entah mengapa punya kebiasaan baru, untuk memacari setiap gadis cantik di sekolah. Bila kuhitung-hitung, korbannya sudah berjumlah enam orang tidak termasuk Shifa.
Setelah dengan kak Shifa, Daffa tidak perbah berpacaran lebih dari seminggu. Dia sudah memiliki tujuh mantan selama satu semester ini. Banyak hal konyol atau lebih konyol lagi yang terjadi, selain insiden main jambak-jambakannya Shifa dengan teman sekelasnya Taya, yang berakhir menjadi bahan olok-olokan seisi sekolah berminggu-minggu setelahnya. Dan tentu berdalangkan Daffa. Tapi semakin brengsek sosok Daffa itu, dia justru terlihat semakin sempurna di mata kami para daffodils.
Pruuuuiiit....
Pertandingan voli dilanjutkan kembali, lapangan kembali ramai dengan siswa-siswi yang menonton. Seperti kebanyakan sekolah, class meeting selalu meriah. Pagi ini kelas kami bertanding melawan kelas tujuh C. Dan meski begitu, murid-murid perempuan dari kelas C justru ikut mendukung kelas kami, atau lebih tepatnya mendukung Daffa dan yang lebih tepatnya para daffodils.
Daffa dengan sigap melakukan servis, disusul oleh teriakan pendukungnya. Aku kembali ke tempat dudukku semula.
“Liburan nanti ke mana Ly?” pertanyaan Dea yang duduk di sampingku memecah keriuhan.
“Di tempat latihan seharian tiap hari,” cetusku.
“Gak asik banget sih Ly. Kenapa, kamu ada pertandingan?” tanya Aci yang sibuk bercermin melap wajahnya yang berkeringat kepanasan dengan tissu.
“Gak sih, lebih tepatnya belum punya rencana buat liburan.”
“Haah.... aku pengen tiduran di kamar sepenjang hari,” lirih Aci.
“Kebanyakan tidur bisa bikin kantung mata membesar loh Ci!” ujar Dea, masih sibuk bermain game di poselnya.
“Oh ya?” Aci menoleh pada Dea.
“Iya, bikin muncul mata panda juga.”
“Masa sih? Bukannya itu kalau kurang tidur?”
“Kebanyak tidur kali!”
“Kurang tidur Dea!”
“Kebanyakan tidur Aci....”