Jika temu tidak tersampaikan maka menunggu adalah suatu pilihan
***
Suasana kelas yang bising membuat Damian tidak bisa meresapi setiap kata yang ia tuangkan dalam sebuah puisinya. Semua guru sedang rapat karena ulangan akhir semester yang akan di adakan bulan depan. Itulah alasannya setiap kelas di bebaskan.
"Yan kantin yuk?" Ajak Leo.
Damian menggeleng. Namun tatapannya menatap lurus ke depan, melengkungkan senyum yang tak jelas untuk siapa, matanya sedikit pun tidak berkedip sejak lima menit terakhir. Damian terlalu menikmati lamunannya hingga ajakan Leo pun tidak di gubris dengan baik.
"Yan lo ga lagi kemasukan kan?" Leo melambaikan tangannya di depan wajah Damian.
"Gue suka sama gadis itu Yo." Ucap Damian ambigu.
"Akhirnya temen gue jatuh cinta juga." Ucap Leo histeris. Semua pasang mata menatap ke arahnya, tapi memang itu yang Leo inginkan. Menarik dan mengambil alih perhatian orang.
Singgih mengernyit heran "Yan lo suka sama cewe yang mana?"
"Lo suka sama Yanti? Gisel? Atau Monik?" Leo menunjuk satu persatu murid di kelasnya.
"Bukan bego!" Ucap Damian tidak terima.
Jika Damian menyukai salah satu siswi di kelasnya, kenapa tidak sejak dulu saja Damian lakukan itu.
Kenyataannya hanya gadis itu yang mampu memikat dan menarik Damian untuk mendekat.
"Terus cewe mana yang bikin lo jatuh cinta? Kasih tau ke kita." Desak Singgih "Lo maen rahasian sekarang, ga asik lo."
"Itu yang jadi masalahnya." Damian membenarkan posisi duduknya, menatap dua sahabatnya yang siap mendengarkan "Gue gatau siapa dia. Gue gatau namanya, gatau dia tinggal dimana, dan gatau wajahnya."
Leo menghembuskan nafasnya kasar "Anjir gue udah serius-serius gini lo malah becanda" Leo berdiri "Ga lucu! Yuk ah kantin."
"Gue serius. Gue ketemu dia kemaren di taman, tapi gue cuma bisa liat matanya aja." Ucap Damian meyakinkan.