Jadikan keyakinan sebagai identitas diri untuk mewujudkan sebesar apapun mimpi
***
Elysia berdiri di depan jendelanya, melihat banyak orang berlalu lalang pergi kemana pun yang mereka mau.
Tidak di ikat atau di pasung, tidak di tahan atau di beri benteng, mereka bebas melakukan apapun sesuai dengan keinginan mereka sendiri.
Sementara Elysia tidak akan pernah mungkin menjadi seperti mereka, dirinya seperti burung yang di kurung dalam sangkar. Di kunci rapat hingga tidak ada seorang pun yang sanggup membukannya, dan burung itu hanya bisa menunggu pintunya terbuka dengan keajaiban yang tidak terduga.
Menyedihkan sekali bukan? Begitulah keadaannya. Ia tidak tau apa salahnya hingga Tuhan menghukumnya dengan memberikan kehidupan begitu menyiksa batinnya. Rasanya matanya begitu panas, sudut matanya pun mulai membasah.
"Sayang?"
Elysia mengusap air matanya dengan cepat, Fannan tidak boleh melihatnya bersedih. Elysia akan menyakiti hatinya jika itu terjadi, ia tidak ingin seseorang yang telah menjadi seorang Ayah, Ibu, dan sahabat baginya merasakan kepedihan yang selama ini Elysia tanggung sendiri.
Elysia tersenyum "Iya ayah?"
"Kamu belum makan." Ucap Fannan khawatir.
"El belum laper, Ayah makan duluan aja."
"Ayah gamau kamu sakit."
Elysia tersenyum, mengangkat tangannya yang mengepal seperti seorang petinju yang menunjukan ototnya "El kan kuat."
Fannan mendekati putrinya, mengusap puncak kepalanya "Makan dulu, biar tambah kuat."
Elysia menghela nafas panjang "Iya nanti El turun."
Fannan tersenyum hangat "Ayah tunggu di bawah."
Elysia menutup gorden biru yang menjuntai tinggi, menuruni satu persatu anak tangga dan duduk manis di depan meja besar. Duduk bersama Fannan dan Daru, ia menyembunyikan rasa sakitnya di balik senyum yang selalu ada di bibir mungilnya. Seolah, keadaannya baik-baik saja.
"El ikannya enak tuh." Daru menunjuk ikan yang ada di piring Elysia.
Dua piring di hadapan Daru sudah kosong, Daru dapat makan dua piring sekali santap secepat kilat. Elysia heran mengapa lelaki tampan seperti Daru sangat rakus sekali.
"Bagi dikit kali El." Daru memohon.
Elysia mendengus kesal "Daru ih serakah banget!"
"Dikit doang El." Ucapnya tidak tau diri.
"GA"
"Om masa El pelit tuh." Daru mengadu pada Fannan.
Memancing emosi Elysia saja, Fannan adalah Ayahnya dan hanya Elysia yang harus mendapat pembelaannya.
"Perut dia aja yang keterlaluan, masa udah abis dua piring gitu masih aja ga cukup." Elysia membela diri.
Elysia bukan tidak mau membagi makanannya pada Daru, Elysia tau Daru bukan mengincar ikannya hanya saja ia ingin menggoda Elysia dan membuat Elysia geram sendiri.
Menurut Daru, Elysia termasuk dalam golongan gadis yang sulit untuk mengeluarkan kemarahannya. Lelucon yang selalu Daru buat saja tidak membuatnya kesal. Justru Elysia selalu mempunyai cara untuk merubah keadaan.
"Daru tuh mau bikin Ayah bangkrut tau." Bisik Elysia pada Fannan.
Fannan geleng-geleng kepala, tertawa dengan tingkah konyol yang di lakukan Elysia dan Daru. Mereka sudah tidak pantas lagi di sebut kanak-kanak, tapi hanya karena hal sesepele ikan goreng saja bisa menjadi bahan pertengkaran.
"Ru, El bilang kamu mau bikin Om bangkrut ya?" Fannan mulai menggoda Daru, membantu misi putrinya.