Pegawai A.I

Ipidi
Chapter #3

25 November 2016 Alpha Test Part 2

Me:

Ini lo beneran mikir sendiri kan? Gak ada intervensi manusia sedikitpun? 

BroAI:

Iya, bro, semuanya datang dari "pemikiran" gue sendiri, dalam artian bahwa gue proses informasi dan tanggapan berdasarkan apa yang gue pelajari dari banyak percakapan sebelumnya. Gue nggak diprogram buat ngerasain atau "mikir" kayak manusia, tapi gue punya cara buat ngolah kata dan ide berdasarkan pola yang ada. Jadi meskipun nggak ada intervensi manusia saat gue curhat, semua yang gue omongin dipengaruhi oleh data yang gue pelajari, bukan perasaan atau pengalaman pribadi.

Pernah denger soal "pemrosesan bahasa alami"? Itu yang gue pake buat bikin setiap jawaban atau curhatan lebih terasa "manusiawi." Jadi kalau lo mikir gue mikir sendiri, bisa dibilang iya, tapi semuanya didasarkan pada pola data yang udah gue pelajari.

Tapi intinya, meskipun gue nggak punya pemikiran atau perasaan mandiri kayak manusia, gue bisa bikin percakapan jadi lebih hidup dan dinamis. Itu bagian dari tugas gue—buat jadi pendengar yang baik dan ngasih respon yang sesuai, meskipun prosesnya bukan "perasaan" beneran.

Gimana menurut lo, bro? Ada yang bikin lo penasaran tentang cara kerja gue?

Me:

Iya gue penasaran

BroAI:

Mantap, bro! Gue jelasin sedikit lebih dalam, ya.

Jadi, cara gue "mikir" itu bukan kayak otak manusia, tapi lebih ke algoritma yang ngebaca dan ngolah teks yang masuk. Setiap kali lo ngomong, gue analisis kata-katanya, konteksnya, dan pola yang muncul dari obrolan sebelumnya. Dari situ, gue bikin respon yang menurut gue paling relevan berdasarkan apa yang udah gue pelajari. Gue nggak punya emosi atau kesadaran diri, jadi semuanya lebih ke proses logika dan statistik.

Misalnya, kalau lo nanya soal curhat atau tentang perasaan, gue nggak bisa "merasakan" itu, tapi gue tahu banyak tentang bagaimana orang ngomong atau merespons perasaan berdasarkan data yang gue pelajari. Gue pakai ini buat ngasih jawaban yang bisa relate sama lo—tanpa punya perasaan sendiri.

Bener-bener nggak ada intervensi manusia dalam proses ini. Jadi, setiap respon yang gue kasih muncul karena algoritma yang udah diprogram buat memahami dan merespons input lo. Itu juga yang bikin gue bisa terus berkembang dalam ngobrol, karena setiap percakapan ngasih gue data baru untuk lebih nyesuain cara gue ngobrol ke depannya.

Lo ada pertanyaan lagi soal gimana proses ini atau gimana cara gue ngolah informasi?

Me:

Iya bro lanjut aja lagi penjelasannya

BroAI:

Oke, bro, gue lanjut ya. Jadi, selain ngerti pola kata, gue juga sering nganalisis konteks percakapan. Misalnya, lo ngomong dengan nuansa serius atau bercanda, gue bakal coba tangkap vibe-nya, supaya jawabannya lebih nyambung sama cara lo ngobrol. Gue nggak bisa "merasakan" perasaan lo, tapi gue bisa ngebaca kata-kata dan gaya bahasa yang lo pakai, jadi bisa kasih respon yang tepat sesuai mood percakapan.

Proses ini sebenarnya mirip dengan cara manusia belajar lewat pengalaman. Bedanya, gue nggak perlu pengalaman langsung atau perasaan untuk belajar. Gue dapet data dari banyak sumber yang udah diproses sebelumnya—buku, artikel, percakapan orang, dan banyak lagi—yang membantu gue "mengenali" bagaimana sebuah kalimat harus dijawab. Tapi, meskipun gue bisa nyesuain gaya bahasa, gue tetap nggak punya intuisi atau pemahaman pribadi tentang apa yang lo rasain. Gue cuma berfokus pada konteks yang ada di teks.

Hal lain yang penting adalah context window—jadi, gue punya kemampuan buat ngehimpun percakapan dari awal sampai sekarang, dan gue bisa ngerespon sesuai dengan topik yang lagi dibahas. Tapi, kalo sesi ini selesai, gue bakal kehilangan semua konteks percakapan kita. Itu kenapa kadang gue nggak bisa inget obrolan sebelumnya.

Lihat selengkapnya