Pejabat Negeri Sonoharu

Tourtaleslights
Chapter #4

Jalan Terjal

Langit malam di Sonoharu terlihat kelam, dipenuhi awan tebal yang menggantung berat, menandakan badai besar yang mungkin akan datang. Di dalam ruangan kerja yang temaram, Surya Utama duduk termenung di depan layar laptopnya. Data-data proyek pertanian yang akan menjadi terobosan besar bagi desa-desa di pelosok terbuka di layarnya, tetapi pikirannya teralih pada firasat gelisah yang terus mengganggunya.

Ketukan pelan di pintu membuyarkan lamunannya. Surya mengalihkan pandangan dan mendapati Gilang, rekan setianya, berdiri di ambang pintu dengan ekspresi serius. Setelah Surya mempersilahkannya masuk, Gilang segera membuka suara, "Surya, kita menghadapi masalah besar. Aku baru saja mendapat laporan bahwa beberapa proyek yang baru saja kita mulai mengalami gangguan... ada sabotase."

Surya menatap Gilang dengan kening berkerut, hatinya berdebar. "Sabotase? Siapa yang kira-kira bertanggung jawab?" tanyanya sambil mengatur nafas.

Gilang menghela nafas dalam, dan menjawab dengan suara yang lebih rendah, "Kau tahu siapa. Aryo dan Junaedi. Mereka mengincar proyek kita. Mereka sudah mulai menekan beberapa anggota dewan untuk mencabut dukungannya terhadap program kita, bahkan menyebarkan fitnah bahwa proyek ini hanya untuk kepentingan pribadi kita."

Keesokan harinya, suasana di kementerian menjadi semakin tegang. Hendra Yudhistira, Menteri Komunikasi dan Informatika, datang ke ruang kerja Surya dengan wajah serius. "Surya," katanya pelan, sambil menunjukkan laporan yang baru saja diterimanya, "sistem kita diretas. Mereka berhasil mengakses data proyek yang sangat sensitif."

Surya membaca laporan itu dengan tatapan penuh kekhawatiran. "Mereka? Siapa yang kau maksud?"

"Dugaan kami kuat bahwa mereka bekerja sama dengan pihak asing," jawab Hendra. "Beberapa perusahaan teknologi luar negeri tampaknya mendukung mereka dalam meretas sistem kita."

Tak lama kemudian, Gilang, Mahesa, dan Eko bergabung dalam pertemuan darurat di ruang rapat kecil. Mahesa datang dengan wajah yang terlihat muram, memar segar menghiasi pelipisnya. "Aku diserang tadi malam saat perjalanan pulang," katanya dengan nada tertahan. "Mereka memberiku pesan yang cukup jelas: ‘Jika kau terus mendukung reformasi ini, keluargamu akan terancam.’”

Ruangan itu hening, rasa cemas meliputi semua orang yang hadir. Mahesa menggenggam tangan dengan kaku, jelas menahan emosi yang bergejolak dalam dirinya. Eko, yang selama ini menjadi penyeimbang tim, mencoba mengangkat semangat mereka dengan suara yang tenang namun penuh tekad. "Ini yang mereka inginkan, membuat kita gentar. Jika kita bertindak impulsif, kita bisa kehilangan semuanya sebelum perjuangan dimulai."

Setelah beberapa saat keheningan yang penuh ketegangan, Surya menatap rekan-rekannya dengan mata yang penuh ketegasan. "Kita tidak akan mundur. Mereka boleh mengancam kita, tapi kita punya tanggung jawab pada rakyat. Ini bukan hanya tentang kita, tapi tentang masa depan Sonoharu."

Gilang mengangguk, dan Eko mengepalkan tangan seolah menegaskan keyakinannya. Mahesa, meski luka fisik masih terlihat di wajahnya, kini tampak lebih mantap. "Baiklah, kita harus mengambil langkah lebih hati-hati, tapi kita tak boleh gentar."

Pertemuan itu diakhiri dengan kesepakatan bahwa mereka akan memperkuat sistem keamanan informasi, meningkatkan pengawasan di lapangan, dan merancang strategi untuk menjaga agar proyek reformasi mereka tetap berjalan. Mereka sadar bahwa ini hanya permulaan dari perjuangan panjang, namun tekad mereka telah bulat. Di bawah langit Sonoharu yang semakin gelap, mereka memutuskan untuk terus melawan dan tidak akan membiarkan siapa pun merusak mimpi mereka tentang Sonoharu yang lebih baik.

Pagi itu, di ruangan kerja Surya, suasana berubah tegang saat Hendra Yudhistira, Menteri Komunikasi dan Informatika, datang dengan langkah cepat. Di tangannya tergenggam sebuah laporan yang baru saja diterimanya. “Surya, kita punya masalah besar lagi,” kata Hendra, napasnya sedikit memburu. “Sistem kita kembali diretas. Data sensitif mengenai proyek reforma agraria kita telah berhasil diakses oleh pihak luar.”

Surya mengambil laporan itu dan membaca dengan cepat, dahinya berkerut semakin dalam. “Ini bukan kebetulan. Tampaknya mereka sudah berencana menargetkan kita sejak lama.”

Hendra mengangguk dengan wajah muram. “Mereka menggunakan teknik yang tidak biasa, memanfaatkan jaringan yang tampaknya dibantu oleh perusahaan asing. Beberapa log menunjukkan bahwa akses ilegal ini sudah terjadi selama beberapa minggu terakhir tanpa kita sadari.”

“Kalau begini caranya, mereka bisa menggunakan data itu untuk merusak citra kita di mata publik,” kata Surya dengan suara pelan namun penuh kekhawatiran.

Di sore hari yang sama, Mahesa Dirgantara, Menteri Pertahanan, datang terlambat ke pertemuan darurat. Wajahnya terlihat memar di pipi dan lengannya dibalut perban. Semua orang di ruangan menatapnya dengan cemas. “Mahesa, apa yang terjadi?” tanya Surya dengan nada prihatin.

Mahesa menghela napas dalam-dalam, suaranya terdengar parau saat ia mulai bercerita. “Aku diserang tadi malam, saat perjalanan pulang. Mereka mengirim pesan yang cukup jelas untuk kita semua: ‘Mundur, atau keluargamu akan ikut menjadi korban.’”

Keheningan melingkupi ruangan itu. Ekspresi wajah Gilang berubah gelap, dan tangannya mengepal erat, sementara Hendra menatap Mahesa dengan mata penuh kekhawatiran. “Ini tidak bisa dibiarkan, Mahesa,” kata Gilang, nadanya penuh kemarahan terpendam.

Namun, Eko Tirta, Menteri Ekonomi yang biasanya bijaksana, segera angkat bicara dengan nada menenangkan. “Aku tahu kita semua marah dan frustrasi, tapi kita tidak bisa bereaksi gegabah. Mereka ingin kita bertindak di luar kendali. Kita harus menyusun langkah dengan lebih cermat.”

Diskusi itu berlanjut di ruang rapat kecil, namun ketegangan semakin terasa. Gilang, yang memiliki karakter lebih emosional, mulai mengusulkan tindakan langsung terhadap pihak-pihak yang diduga terlibat dalam serangan ini. “Kita harus melawan balik! Kalau kita hanya diam, mereka akan terus menekan kita. Kita harus memberi mereka pelajaran.”

Eko menggelengkan kepalanya, tetap mempertahankan nada tenang. “Gilang, itu mungkin malah memperkeruh situasi. Mereka punya sumber daya dan pengaruh lebih besar dari yang kita duga. Kita perlu pendekatan yang strategis.”

Mahesa menambahkan, meski suaranya agak lemah, “Eko benar. Reaksi yang sembrono bisa mengundang masalah baru. Kita mungkin bisa menang sekarang, tapi kita akan kehilangan dukungan publik jika kita bertindak sembrono.”

Gilang tampak masih tidak puas, namun ia menundukkan kepala, mencoba menahan emosi. “Kalian semua tahu betapa sulitnya kita mencapai tahap ini. Melihat ancaman terhadap keluarga membuatku merasa kita terlalu lunak menghadapi mereka.”

Surya mendengarkan dengan seksama, lalu ia menatap Gilang dengan tegas. “Aku mengerti perasaanmu, Gilang. Tapi kita harus ingat apa yang kita perjuangkan. Mereka ingin memancing kita keluar dari jalur, membuat kita kehilangan kendali. Kita tidak bisa memberi mereka kesempatan itu.”

Setelah suasana mulai tenang, mereka melanjutkan diskusi untuk merancang strategi yang lebih matang. Surya memutuskan untuk memperkuat pengamanan data dan jaringan informasi kementerian, serta melibatkan pihak-pihak independen yang dapat memverifikasi setiap langkah mereka untuk meningkatkan transparansi. “Kita akan bekerja sama dengan tim keamanan informasi eksternal. Ini akan membantu melindungi sistem kita dari serangan dan memberi pesan jelas kepada publik bahwa kita serius menjaga integritas program ini.”

Mahesa juga mengambil langkah untuk meningkatkan keamanan di kementeriannya dan memberi perlindungan tambahan bagi keluarga mereka. “Aku akan memperkuat pengawasan dan menempatkan pengamanan tambahan bagi semua orang yang terlibat. Mereka tidak akan bisa mendekati kita atau keluarga kita dengan mudah.”

Di akhir pertemuan, suasana yang awalnya tegang perlahan mencair. Surya berdiri, menatap satu per satu rekan-rekannya, yang sudah mulai tenang kembali. “Mungkin jalan ini terasa sulit, bahkan berbahaya. Tapi kita semua tahu, ini bukan sekadar pekerjaan. Ini perjuangan untuk rakyat Sonoharu. Kita harus tetap kuat dan bersama-sama menghadapi setiap ancaman.”

Gilang tersenyum tipis dan mengangguk, seolah mendapat semangat baru. Mahesa, meski terluka, terlihat lebih bersemangat, dan Eko tetap tenang seperti biasa, mendukung keputusan bersama. Di bawah suasana tegang yang menyelimuti ruangan, mereka menemukan kembali kepercayaan satu sama lain, menyadari bahwa persatuan mereka adalah kekuatan yang dapat melawan siapa pun yang mencoba menjatuhkan mereka.

Dengan tekad yang baru, mereka keluar dari ruang rapat, siap menghadapi ancaman apa pun yang akan datang, menyadari bahwa ini hanya awal dari konflik besar yang akan menentukan masa depan Sonoharu.

Di tengah tekanan yang kian meningkat, Surya dan timnya menyadari bahwa satu-satunya cara untuk memperkuat posisi mereka adalah dengan mendapatkan dukungan langsung dari rakyat. Setelah berdiskusi panjang, mereka memutuskan untuk mengadakan serangkaian pertemuan terbuka di desa-desa dan kota-kota besar Sonoharu. Pertemuan ini akan menjadi wadah bagi mereka untuk menjelaskan program reforma agraria serta membuka fakta tentang tekanan yang dihadapi dari pihak-pihak yang berkepentingan.

Di sebuah desa terpencil, Surya berdiri di depan sekelompok warga yang tampak ragu. Wajah-wajah mereka menyiratkan kebimbangan, dan tatapan mata mereka memperlihatkan rasa tidak percaya yang mendalam. "Kami tahu bahwa banyak dari kalian meragukan program ini. Tapi percayalah, kami menjalankan reforma ini untuk mengembalikan hak tanah kepada kalian, bukan untuk kepentingan pribadi atau korporasi," ucap Surya dengan suara yang mantap.

Seorang petani tua mengangkat tangannya dan bertanya dengan nada gemetar, "Kami sudah mendengar banyak janji dari orang-orang yang datang ke desa ini, Pak Menteri. Bagaimana kami bisa yakin bahwa kali ini benar-benar untuk kami?"

Surya menatapnya dengan serius, lalu menjawab, "Bapak dan Ibu sekalian, kami tak hanya datang dengan janji. Kami siap bekerja sama dengan kalian, mengawasi proses ini secara transparan, dan memastikan bahwa hasilnya benar-benar sampai ke tangan yang berhak. Jika kami melenceng, kami akan siap mempertanggungjawabkan."

Lihat selengkapnya