Pejuang Konten

Marlina Lin
Chapter #15

Misteri Loteng Tua

Setelah mengambil waktu satu hari untuk berpikir, akhirnya Reino setuju dengan tawaran Lala.

Sepulang dari tempat kerja, dirinya langsung mandi dan beristirahat sejenak. Sesuai rencana, dirinya akan bertemu dengan Lala tepat pukul tujuh malam. Diluar kejadian mistis yang dia alami di Bogor, baru kali ini Reino akan melakukan pengambilan video pada malam hari. Tentu saja akan menjadi pengalaman yang mendebarkan. Bahkan dua jam sebelum waktu janjian, Reino sudah merinding duluan.

Reino berpikir mungkin dirinya sudah gila bisa melakukan hal-hal yang keluar jauh dari passionnya. Namun tidak dipungkiri dirinya juga ingin memiliki banyak tabungan mengingat situasi pasca pandemi menyebabkan banyak masalah perihal keuangan. Apalagi dirinya masih honorer yang belum sepenuhnya aman seperti teman-teman lainnya yang sudah PNS.

Karena itu Reino mencoba untuk lebih berani, meski tidak tahu makhluk-makhluk menyeramkan seperti apa yang akan dia temui dalam uji nyali nanti. Tentu saja dirinya selalu berdoa dan berharap hanya melakukan penelusuran saja, tanpa harus berjumpa dengan mereka-mereka yang tidak kasat mata. Apalagi dia juga sudah memiliki seorang juru kamera pemberani yang akan siaga dimana pun mereka akan melakukan syuting.

“Pokoknya nyali gue nggak boleh kalah dari Lala!”

Setelah mengobarkan semangatnya, dirinya tertidur hingga waktu maghrib.

***

Pukul tujuh malam, Reino sudah tiba di Gang Anggur Merah, yang berjarak satu gang dari tempat tinggal Lala. Dirinya berkenalan dengan Mega, yang langsung mengajak mengobrol di teras rumahnya. Mereka mencoba untuk cepat akrab agar tidak terlalu canggung, dengan membicarakan hantu-hantu yang menghuni lotengnya.

“Jadi di loteng gue itu, katanya sih ada penunggunya. Dulu pas pembantu masih ada, kan dijadiin kamar. Soalnya kamar tidur lainnya udah keisi semua. Nah si Bibi sering digangguin tuh. Serem deh pokoknya!"

"Masa?!"

Reino bergidik mendengar Mega berkisah. Pada saat itu, Lala tiba-tiba saja menyikut lengannya. Memberi kode agar dirinya bersikap biasa-biasa saja dengan sorot mata. Reino langsung menghela napas.

Lala mendekatkan wajahnya, kemudian berbisik, "Si Mega ini mikirnya lu cowok pemberani. Jadi lu jangan lebay-lebay takutnya."

Mendengar itu, Reino mencoba kembali bersikap cool. Dengan sikap tubuh dan nada bicara, yang menggambarkan seakan dirinya lelaki gagah perkasa.

“Lu pernah lihat sendiri?” tanya Reino. Sejujurnya dia tidak berharap akan bertemu dengan sosok menakutkan di sana.

“Belum, sih. Yang udah itu si Bibi. Katanya ada sosok gede, berbulu, matanya merah. Abis itu, besokannya dia resign.”

Lihat selengkapnya